Sabtu, 19 Desember 2009

Pemetaan Lahan Kritis

A. Pengertian Lahan Kritis
Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrografi, hidrologi, dan biologi. Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda. Hal ini mungkin, misalnya melihat penggunaan lahan dari sudut pandang kemampuan lahan dengan jalan mengevaluasi lahan dalam hubungannya dengan bermacam-macam karakteristik alami yang disebutkan di atas (Sutanto, 1996).
Lahan kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukkan atau diharapkan. Secara umum lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi (penurunan kualitas) lingkungan sebagai dampak dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana.
Lahan kritis dapat juga diartikan sebagai suatu lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi ataupun media tatanan air (Menteri Kehutanan, 2001).


B. Klsisfikasi Lahan Kritis
Berdasarkan Dokumen Standar dan Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001 (Dokumen Standar dan Kriteria RHL), klasifikasi lahan kritis dapat dibagi menjadi 5 kelas yaitu:
  1. Tidak kritis, yaitu lahan yang hasil skor total dari beberapa kriteria penentu lahan kritis berkisar 451 – 500 untuk kawasan hutan lindung, 426 – 500 untuk kawasan budidaya dan 426 – 500 untuk kawasan lindung di luar hutan.
  2. Potensial kritis, yaitu lahan yang hasil skor total dari beberapa kriteria penentu lahan kritis berkisar 361 – 450 untuk kawasan hutan lindung, 351 - 425 untuk kawasan budidaya dan 351 – 425 untuk kawasan lindung di luar hutan.
  3. Agak kritis, yaitu lahan yang hasil skor total dari beberapa kriteria penentu lahan kritis berkisar 271 – 360 untuk kawasan hutan lindung, 276 – 350 untuk kawasan budidaya dan 276 – 350 untuk kawasan lindung di luar hutan.
  4. Kritis, yaitu lahan yang hasil skor total dari beberapa kriteria penentu lahan kritis berkisar 181 – 270 untuk kawasan hutan lindung, 201 – 275 untuk kawasan budidaya dan 201 – 275 untuk kawasan lindung di luar hutan.
  5. Sangat kritis, yaitu lahan yang hasil skor total dari beberapa kriteria penentu lahan kritis berkisar 120 – 180 untuk kawasan hutan lindung, 115 – 200 untuk kawasan budidaya dan 110 – 200 untuk kawasan lindung di luar hutan

C. Faktor Penyebab Lahan Kritis

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan lahan kritis menurut BP DAS Jeneberang-Walanae (2007) yaitu sebagai berikut:
a. Parambahan hutan
b. Penebangan liar (illegal logging)
c. Kebakaran hutan
d. Pemanfaatan sumberdaya hutan yang tidak berasaskan kelestarian
e. Penataan zonasi kawasan belum berjalan
f. Pola pengelolaan lahan tidak konservatif
g. Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan).

D. Kriteria Lahan Kritis

Pendekatan metode yang digunakan dalam penilaian lahan kritis mengacu kepada Dokumen Standar dan Kriteria RHL, tentang Pola umum dan Standar serta kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Sasaran kegiatan RHL adalah lahan-lahan dengan fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi dan penghijauan, yaitu fungsi kawasan hutan lindung, fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan dan kawasan budidaya. Kriteria-kriteria yang menjadi parameter lahan kritis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tutupan Lahan

Tutupan lahan merupakan faktor luar yang mempengaruhi proses yang bekerja pada permukaan tanah. Selain itu, komponen penutup lahan lainnya adalah kerapatan penutup lahan, dalam hal ini kerapatan vegetasi, baik jarak tanam maupun kerapatan tajuk daunnya sebagai penentu intensitas sinar matahari dan hujan yang sampai pada tanah

Data tutupan lahan dapat diamati langsung di lapangan dengan dinilai berdasarkan persentase penutupan tajuk kemudian tiap persentase tersebut diberikan harkat. Adapun besaran deskripsi dari penutupan lahan yaitu sebagai berikut:

Parameter ini hanya digunakan untuk pemetaan lahan kritis pada kawasan hutan lindung dan kawasan lindung di luar kawasan hutan masing-masing dengan besar bobot sebesar 50%

b. Kemiringan Lereng

Menurut Donahue dkk (1983) bahwa penggandaan kemiringan lereng (% kemiringan) biasanya meningkatkan erosi dua kali lebih besar, dan pada lereng yang panjang dapat mencapai erosi tiga kali lipat. Lereng yang cembung erosinya lebih besar dibanding lereng yang cekung dan erosi yang semakin besar meningkatkan nilai kekritisan pada lahan (Zhiddiq, 2005)

Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta RBI. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer. Sistem pengklasifikasian kelas kemiringan lereng yang digunakan berdasarkan Dokumen Standar dan Kriteria RHL yaitu sebagai berikut:

Parameter ini digunakan untuk pemetaan lahan kritis kawasan hutan lindung dengan bobot 20%, kawasan budi daya tanaman pertanian dengan bobot 20% dan kawasan di luar hutan dengan besar bobot sebesar 10%.

C. Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah dan bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan dan pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air tanah atau angin. (Arsyad, 1989)

Besar tingkat erosi dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan terhadap lahan ataupun diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system) dan overlay beberapa peta, Adapun pengklasifikasi besar erosi menurut Dokumen Standar dan Kriteria RHL yaitu sebagai berikut:

Parameter ini digunakan untuk pemetaan lahan kritis kawasan hutan lindung dengan bobot 20%, kawasan budidaya dengan bobot 15% dan kawasan di luar hutan dengan besar bobot sebesar 10%.

D. Manajemen Lahan

Manajemen lahan adalah usaha-usaha untuk menjaga agar tanah tetap produktif, atau memperbaiki tanah yang rusak karena erosi agar menjadi lebih produktif.

Manajemen atau tindak konservasi lahan ini dapat diamati lansung di lapangan dengan melihat perlakuan terhadap lahan misalnya metode konservasi/manajemen lahan yang diterapkan pada kawasan budidaya sesuai dengan petunjuk teknis. Sedangkan pada kawasan hutan yaitu adanya pengawasan, penyuluhan serta tata batas kawasan. Adapun sistem pengklasifikasian manajemen lahan yang digunakan berdasarkan Dokumen Standar dan Kriteria RHL yaitu sebagai berikut:

Parameter ini digunakan untuk pemetaan lahan kritis kawasan hutan lindung dengan bobot 10%, kawasan budidaya dengan bobot 30% dan kawasan di luar hutan dengan besar bobot sebesar 30%.

E. Singkapan Batuan

Singkapan batuan (outocrop) merupakan batuan yang tersingkap/terungkap di atas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terpendam dalam tanah (Zhiddiq, 2005).

Ciri utama lahan kritis selain gundul dan terkesan gersang akan tetapi juga ditandai dengan banyaknya muncul batu-batuan di permukaan tanah dan pada umumnya terletak di wilayah dengan topografi lahan berbukit atau berlereng curam (Angga Y. dan Ketut W., 2005). Adapun tabel kriteria klasifikasi singkapan batuan berdasarkan Dokumen Standar dan Kriteria RHL dapat dilihat sebagai berikut:

Parameter ini hanya digunakan untuk pemetaan lahan kritis pada kawasan budidaya tanaman pertanian dengan bobot 5% .

F. Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan adalah rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Tingkat produksi rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih rendah yaitu sekitar 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman (Angga Y. dan Ketut W., 2005).

Adapun tabel kriteria klasifikasi produktivitas lahan berdasarkan Dokumen Standar dan Kriteria RHL dapat dilihat sebagai berikut:

Parameter ini hanya digunakan untuk pemetaan lahan kritis pada kawasan budidaya tanaman pertanian dengan bobot 30%

E. Tingkat Lahan Kritis

Untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan dari setiap kawasan tersebut maka jumlah harkat dari setiap kelas di kalikan dengan besar bobot dari setiap parameter dari setiap fungsi kawasan, kemudian hasil perhitungan tersebut dicocokkan dengan tabel kriteria tingkat kekritisan lahan pada setiap fungsi kawasan:

a. Kawasan Hutan Lindung

Untuk penentuan lahan kritis pada kawasan hutan lindung menggunakan empat parameter yaitu penutupan lahan (bobot 50%), kemiringan lereng (bobot 20%), tingkat erosi (bobot 20%) dan manajemen lahan (bobot 10%). Adapun penentuan tingkat kekritisan lahan pada kawasan ini dari hasil perhitungan bobot dan harkat tiap kelas yaitu:

b. Kawasan Budidaya

Untuk penentuan lahan kritis pada kawasan budidaya menggunakan lima parameter yaitu produktivitas lahan (bobot 30%), kemiringan lereng (bobot 20%), tingkat erosi (bobot 15%), singkapan batuan (5%) dan manajemen lahan (bobot 30%). Adapun penentuan tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya dari hasil perhitungan bobot dan harkat tiap kelas yaitu:

c. Kawasan Lindung di luar hutan

Untuk penentuan lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan menggunakan empat parameter yaitu tutupan lahan (bobot 50%), kemiringan lereng (bobot 10%), tingkat erosi (bobot 10%) dan manajemen lahan (bobot 30%). Adapun penentuan tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar hutan dari hasil perhitungan bobot dan harkat tiap kelas yaitu:

Rabu, 29 April 2009

DEGRADASI LINGKUNGAN : INTERAKSI SISTEM-SISTEM BUMI

Komponen-komponen dari sistem bumi ; Atmosfer, Samudra, dan spesies spesies yang hidup secara rumit saling berhubungan. Jika satu bagian bumi berubah, bagian lain akan terpengaruh – sering kali dalam cara-cara yang tidak segera diketahui. Sebagai contoh, memindahkan vegetasi dari satu area daratan akan menurungkan daya serap daratan terhaap air tanah, yang mengakibatkan kemungkinan kekurangan air minum bagi penghuninya. Atau pembakaran tanah-tanah yang ditutupi oleh tanaman tropis dapat meningkatkan jumlah karbon dioksida di dalam atmosfer. Pada bagian ini, kita menerangkan masalah-masalah utama dari degradasi lingkungan.

Degradasi Atmosfer
Pemanasan Global : Konsentrasi dari karbon dioksida di dalam atmosfer telah meningkat hampir 25% semenjak serbuan industrialisasi pada abad ke 18. Untuk memenuhi kebutuhan energi dunia, pembakaran fosil-fosil bahan bakar, seperti batu bara, kayu dan minyak telah membebaskan karbon untuk menyatu dengan oksigen di atmosfer. Penggundulan hutan, perusakan hutan dengan membakar dan menebang kayu secara berlebihan, juga memberikan konstribusi terhadap penambahan karbon dioksida dngan melepas karbon yang tersimpan di dalam materi tanaman.

Metan atmosferik, yang terlepas dai landfill (tempat yang rendah untuk menanam sampah), ternak dan fermentasi pada sawah-sawah telah meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Penambahan dari gas-gas rumah kaca ini bisa mempertinggi efek rumah kaca alami dan bisa mengakibatkan bertambah panasnya permukaan bumi. Atau Pemanasan Global. Jika pemanasan terjadi seperti diperkirakan oleh beberapa ilmuwan, akibatnya bisa termasuk kenaikan air pasang di lautan, perubahan-perubahan iklim, perubahan –perubahan di dalam ekosistem, dan dampak-dampaknya pada kesehatan masyarakat.

Penipisan Ozon : Ozon, bentuk oksigen yang langka, terkonsentrasi di bagian atas atmosfer atau ozonosfer, terletak 11 sampai 24 km di atas permukaan bumi. Lapisan ozon ini, hanya melingdungi kehidupan dari sinar matahari yang merusak, semakin menjadi tipis oleh pelepasan kloroflorokarbon (CFC), bahan kimia yang digunakan pada alat pendingin, busa dan bahan bakar erosol.

Banyak bentuk kehidupan yang akan terpengaruh pada saat lapisan ozon menipis dan lebih banyak sinar ultraviolet yang akan mencapai bumi. Terhadap manusia, kanker kulit dan penyakit-penyakit mata dan juga sistem kekebalan tubuh akan menjadi lebih meningkat. Radiasi ultraviolet dapat menembus permukaan samudra, yang menghancurkan basis rantai makanan ikan dan phytoplankton yang mungkin secara segnifikan akan berdampak pada menghancurkan populasi pemakan ikan.

Polusi Udara : Sebagian besar penghuni-penghuni kota di dunia meenghirup udara yang terpolusi paling tidak dari sebagian waktu mereka. Sulfur dioksida (SO2), polutan terbesar, mempunyai sifat yang merusak terhadap manusia dan juga lingkungan. Pembakaran bahan bakar yang bersal dari fosil, untuk pembangkit tenaga listrik, adalah sumber utama dari Sulfur dioksida; di negara-negara berkembang, pembakaran batubara dan kayu juga ikut memberi kostribusi. Polutan-polutan yang meliputi nitrus dioksida, karbon monoksida, karbon dioksida dan timah yang berasal dari knalpot kendaraan. Di beberapa negara, zat-zat kecil seperti debu, kotoran dan asap menutupi udara.
Polusi udara menimbulkan kerusakan lebih jauh terhadap daratan dan sistem-sistem air : kerusakan pada sistem pertanian, hutan, sungai dan danau, bangunan dan kesehatan manusia. Polusi yang naik ke udara seperti itu merusak hasil bumi dan vegetasi dengan melukai jaringan tanaman, yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan kekeringan. Kesehatan manusia juga terganggu ketika polusi merusak sistem pernapasan.

Ketika polutan primer bereaksi membentuk polutan sekunder, senyawa-senyawa asam sering kali mulai terbentuk. Pada saat senyawa-senyawa asam dan polutan-polutan yang bersifat ganda ini merusak dedaunan dan tanah. Hutan-hutan akan berkurang dan akhirnya mati. Polutan diudara juga dilarutkan ke dalam tetes-tetes air kecil dan ditahan di awan, sering kali bergerak jauh sebelum jatuh kembali ke bumi dalam bentk hujan asam, salju, embun dan kabut.

Degradasi Samudra
Polusi air Laut : karena volumenya yang begitu besar, lautan sering kali digunakan sebagai tempat-tempat pembuangan sampah yang berasal dari masyarakat. Kotoran mentah, yang terdiri dari kotoran manusia dan sampah domestik, adalah sumber utama dari polutan lautan. Sampah karena kotoran ternak dan hanyutan pupuk juga menjadikan perairan mengandung terlalu banyak nutrisi yang bisa dilarutkan, suatu proses yang disebut eutrophication; fenomena ini menipiskan oksigen air, membunuh ikan dan kehidupan laut lainnya. Penyebab lain dari degradasi: sampah yang dibuang dari kapal, tumpahan minyak dan pembuangan zat-zat radioaktif.
Polusi lautan bisa menyebabkan konsekuensi-konsekuensi besar:
-Kotoran manusia yang mengandung penyakit-yang menyebabkan bakteri dan virus.
-Materi-materi yang tidak bisa diurai melukai dan membunuh mamalia laut.
-Penyemprotan bahan-bahan kimia yang berbahaya bisa merusak ekosistem laut dan menumpuk dalam makanan laut.

Pergeseran Temperatur Laut : kecenderungan-kecenderungan pemanasan dalam atmosfer bumi sekaran ini bisa mempengaruhi temperatur lautan, yang bisa meningkatkan kemunculan atau kekuatan gejala El Nino, suatu kejadian mendadak dari permukaan perairan yang panas di pantai peru.
Bukti ilmiah menghubungkan kejadian-kejadian El Nino dengan kekeringan dan hujan yang lebab di sejumlah negara ; hubungan-hubungan ini adalah suatu akibat dari pola global sirkulasi atmosfer. Sebagai contoh, kekeringan besar pada tahun 1982-1983 yang mempengaruhi Afrika, India, Brasil bagian timur laut, Amerika Serikat, Australia dan Indonesia bertepatan dengan kejadian El Nino yang paling segnifikan yang pernah dicatat. El Nino yang lebih kecil yang pernah terjadi pada tahun 1986-1987 terkait dengan kekeringan yang terjadi di Ethiopia.

Degradasi Siklus Air
Subsistem yang bervariasi dari siklus hidrologi sedemikian selain terkait satu dengan yang lain sehingga interpensi terhadap satu subsistem akan bisa mempengaruhiyang lain. Sehingga interfensi terhadap satu subsistem akan bisa mempengaruhi yang lain. Kita mengubah aliran air dengan bendungan-bendungan, penampung-penampung air dan saluran irigasi; kita menjadikan tanah tidak dapat ditembus oleh air dan kelembaban dengan menutupi tanah dengan beton-beton dan bangunan-bangunan. Menghilangkan lapisan vegetasi alami dari tanah mengurangi kemampuan tanah dalam menahan air; hal ini menyebabkan hanyutnya air secara cepat menuju saluran drainase, hanya menyisakan sedikit untuk bisa digunakan oleh tanaman dan manusia.
Pada saat manusia mengkomsumsi sejumah besar air untuk minum, penggunan rumah tangga, irigasi dn industri memungkingkan meningkatnya kekurangan air di masa yang akan datang. Polusi air yang disebabkan oleh sampah, kotoran industri, pestisida dan pupuk meningkatkan penyimpangan-penyimpangan bahwa cadangan air bersih tidak akan mencukupi lagi. Hujan asam meningkatkan keasaman tanah, danau, sungai dimana hujan turun dan sering mengandung racun untuk tanaman dan binatang serta merusak bangunan yang terbuat dari besi.

Degradasi Daratan
Tempat tinggal manusia, terutama di daerah kota, menutupi daratan dengan beton, aspal dan material-materian bangunan lainnya; bangunan-bangunan dan jalan-jalan di kota memantulkan cahaya yang menhasilkan panas. Karena penutup-penutup daratan seperti itumenghambat daratan dari penyerapan air, saluran-saluran air dan sarana yang lain harus dikerjakan untuk penampung aliran air, sampah dan materi-materi racun yang lain. Di negara berkembang, menurut institut Sumber Daya Dunia, 57% populasi dunia akan menempati daerah kota pada tahun 2025, satu lompatan yang sangat tajam dari hanya 34% pada tahun 1990.

Lakukan hal sedikitpun untuk Bumi.....................
Mulai dari skarang........................

Kamis, 16 April 2009

Riyanni Djangkaru


“Aku arungi seribu laut, aku daki sejuta gunung, demi satu KesempurnaanMu, tinggi diatas sana keagunganMu aku temui, di puncak-puncak dunia”

Anak pertama dari empat bersaudara ini mulai terkenal sejak menjadi presenter Jejak Petualang tayangan TV7 tahun 2002 - 2006. Riyanni semakin terkenal di pertengahan tahun 2005, karena virus dengan namanya menyebar dan menginfeksi banyak komputer.
Adalah seseorang yang bernama Riyani Djangkaru, lulusan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor ini sekarang masih bekerja di dunia pertelevisian meski tak lagi menjadi presenter “Jejak Petualang”. Riyanni terlihat di Trans 7 dalam “Redaksi Pagi” sebagai presenter “Jalan Pagi” serta Sportawa.

Awalnya wanita berdarah Garut dan Palembang ini ingin menjadi news presenter. Meski lowongan untuk presenter olahraga telah lewat, Riyanni tetap mengirimkan lamaran. Setelah menyisihkan ratusan orang, wanita dengan tinggi 168 cm ini pun didapuk menjadi presenter Jejak Petualang.
Riyanni menikah dengan Deni Priawan pada bulan Februari 2006. Dari pernikahan ini, mereka telah mempunyai seorang anak, Brahman Ahmad Syailendra.

Dulu pas masih di JP - TV7

Mau Naek gunung pa ke mall jeng...

Mo bajak sawah ni???

Manis Na …

Lagi Liat peta tuk pastiin posisi

Begaya ne, udah nyampe ranu kumbolo sih

Foto ma suku mana ya?

Puncak Sudirman Jaya Wijaya - 4882 mdpl, dingiin …

From : http://ritamelancong.blogspot.com

Senin, 02 Maret 2009

Geografi 1-2 Al Qur'an (Part 3)

Pembentukan Hujan dan Awan

Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,

"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)

Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.

TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut "perangkap air".


TAHAP KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.


TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:


"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)

Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:

TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.

TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.

TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb.

Kadar Hujan

Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;

"Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)." (Al Qur'an, 43:11)

Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu siklus yang seimbang menurut "ukuran atau kadar" tertentu. Kehidupan di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus seperti ini.

Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.

Per tahunnya, air hujan yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah "tetap": yakni 513 triliun ton. Jumlah yang tetap ini dinyatakan dalam Al Qur'an dengan menggunakan istilah "menurunkan air dari langit menurut kadar". Tetapnya jumlah ini sangatlah penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologi dan, tentu saja, kelangsungan kehidupan ini.

Sumber:

Ayat Suci Al Quran

(Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)





Skala

Seperti yang kita ketahui bahwa peta itu adalah kenampakan permukaan bumi yang digambarkan pada bidang datar yang lebih kecil dari kenyataan. Perbandingan ukuran/besarannya kenampakan yang digambar dalam peta dengan kenampakan aslinya itulah yang disebut dengan skala. Yang perlu dingat adalah bahwa skala peta hanya menyatakan perbandingan jarak-jarak mendatar saja, kecuali jika peta tersebut dilengkapi dengan kontur maka skala dapat berfungsi menjadi perbandingan skala tegak. Tanpa pengetahuan mengenai skala maka kita akan kesulitan dalam mengetahui ukuran-ukuran kenampakan dalam peta.

Pengertian Skala Peta
Skala peta dapat dimaknai sebagai perbandingan antara jarak yang memisahkan dua titik yang sama dipermukaan bumi, secara singkat dapat dinyatakan:
Angka perbandingan biasanya harus dinyatakan dengan menggunakan satuan ukuran yang sama, misalnya; cm, yard, inci, dsb. Jarak yang dimaksud dalam peta adalah jarak horizontal, yakni jarak yang sudah di proyeksi kan dari hasil pengukuran lapangan.
Jenis-jenis Skala
Skala peta dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yaitu:
  1. Skala Pecahan (Numerik Scale atau Representative Fraction (RF))
    Skala yang dinyatakan dengan cara ini merupakan cara yang paling mudah dimengerti karena perbandingan jarak di peta terhadap jarak di permukaan bumi (di lapangan) dinyatakan dalam bentuk pecahan yang sederhanya, misalnya:
    Skala = 1 : 50.000 atau ditulis 1/50.000
    Ini berarti 1 satuan jarak di peta sesuai dengan 50.000 kesatuan jarak yang sama di permukaan bumi (di lapangan) skala 1 : 50.000 berarti:
    1 cm di peta : 50.000 cm di permukaan bumi, atau
    1 inci di peta : 50.000 inci di permukaan bumi, atau
    1 yard di peta : 50.000 yard di permukaan bumi.
  2. Skala Inci terhadap mil (Inch to mile scale)
    Skala ini disebut dengan verbal scale, dan lebih banyak digunakan oleh peta-peta Inggris dan Amerika Serikat. Skala inci menunjukkan sejumlah inci di peta sesuai dengan jumlah mil di permukaan bumi. Misalnya:
    Scale : 1 inch to 5 miles
    Artinya:
    1 inci jarak di peta sama dengan 5 mil di permukaan bumi.
    Catatan:
    1 mil : 63.360 inci
    1 inci : 2,54 cm
    1 mil : 1,60934 km
    1 kaki : 12 inci
    1 kaki : 0,3040 meter
    1 mil laut : 1,852 km
  3. Skala Grafik (Graphyc scale)
    Skala ini ditunjukkan oleh sebuah garis yang umumnya digambarkan pada tengah-tengah sebelah bawah peta. Garis lurus tersebut dibagi dalam bagian yang sama secara teliti, dan pada kedua ujung dari garis itu diberi angka yang menunjukkan jarak sesungguhnya yang dimulai dengan angka 0 (nol).
    Skala ini biasa juga disebut Road Scale atau Line Scale contoh:
    Skala grafik ini memiliki keuntungan karena bila diperbesar atau diperkecil dengan foto, maka perbandingan ukuran skala terhadap peta akan tetap, tentu saja karena bagian skala ini ikut menjadi besar atau menjadi kecil. Skala grafik hanya hanya digunakan pada peta-peta yang berskala besar.

Merubah Jenis Skala
Dalam merubah suatu skala kejenis skala yang lain harus tetap pegangan pada arti dan maksud dari masing-masing skala.
Misalnya:
Suatu peta yang menggunakan skala pecahan atau skala angka 1:250.000, kemudian skala tersebut ingi dirobah kedalam bentuk skala grafik dan skala inci.

  1. Skala grafik
    1 cm jarak di peta = 250.000 cm jarak di permukaan bumi (lapangan), atau 1 cm di peta 2,5 km di permukaan bumi. Sekarang skala grafiknya digambar dengan masing-masing berjarak tiap 1 cm menunjukkan 2,5 km di permukaan bumi atau 2 cm menjukkan 5 km di permukaan bumi.
  2. Skala Inci terhadap mil
    Dari skala numerik dapat dinyatakan bahwa:
    1 inci jarak di peta = 250.000 inci di permukaan bumi. Oleh karena 1 mil = 63.000 inci maka:
    1 inci di peta = x 1 mil
    = 3,95 mil
    = 4 mil (dibulatkan)
    Jadi, skala incinya ditulis : 1 Inch to 4 miles

Memperbesar dan Memperkecil Skala
Skala dapat dirubah sesuai dengan ukuran yang diinginkan, melalui beberapa cara yaitu:

  1. Fotografi
    Peta yang akan diperbesar atau diperkecil dipotret menjadi klise (negatif) kemudian diafdruk untuk menjadi positif kembali. Pembesaran atau pengecilan distel pada jarak dan diafragma antara kamera dengan peta. Peta yang akan dirobah skalanya dengan metode fotografi sebaiknya menggunakan skala grafik, karena dengan pembesaran dan pengecilan skalanya tetap nilainya sebanding. Metode ini juga dapa dilakukan dengan menggunakan mesin fotokopi dengan mengatur brapa kali pembesaran atau pengecilan pada mesin tersebut.
  2. Square Method
    Peta yang akan dirobah skalanya diberi garis-garis petak dimana pada kertas gambar tempat menyalin petak tersebut dibuat sesuai dengan yang diinginkan.
    Misalnya:
    Suatu peta dasar berskala 1 : 50.000, dengan diberi peta-petak yang sisinya = 1 cm. peta tersebut akan diperkecil menjadi skala 1 : 100.000 dan diperbesar menjadi skala 1 : 25.000, maka petak yang harus dibuat pada kertas gambar dengan sisi adalah:
    L pt = Sps/Spt x L ps
    Dimana:
    L pt = Besar sisi petak pada peta yang dicari
    S ps = Skala peta dasar
    S pt = Skala peta yang di cari besar sisi petaknya
    L ps = Besar sisi petak pada peta dasar
    Apabila peta diperkecil:
    Sisi petak peta baru = 50.000/100.000x 1 cm
    = 0,5 cm
    Apabila peta diperbesar:
    Sisi petak peta baru = 50.000/25.000 x 1 cm
    = 2 cm
  3. Pentograf
    Pentograf adalah sebuah alat yang digunakan untuk memperbesar atau memperkecil skala peta. Cara kerja alat ini bergerak dengan posisi paralellogram (gerakakn sejajar). Alat ini paling banyak digunakan dalam pekerjaan merobah skala peta. Pentograf terdiri dari berbagai macam ukuran dari yang kecil sampai yang sangat besar.
  4. Fotostat
    Memperbesar atau memperkecil skala dengan fotostat biasa juga disebut sketschmaster. Salah satu instrumet dalam jenis ini adalah camera lucida.
    Proses kerja alat ini adalah memantulkan sinar melalui sebuah prisma yang membawa bayangan peta yang akan diperbesar/diperkecil. Pada bayangan inilah dapat kita gambar peta yang diinginkan.

Menentukan Skala
Sering kita menemukan peta yang amak dibutuhkan, tetapi dalam peta tersebut tidak dicantumkan skalanya. Supaya peta itu dapat digunakan untuk berbagai keperluan terutama yang menyangkut data tentang ukuran panjang/jarak dan luas maka peta tersebut harus diberi skala. Persoalan ini bagaimana caranya ?????
Ada beberapa cara untuk menentukan skala peta yang tidak mencantumkan skalanya yakni:

  1. Peta yang bersangkutan dibandingkan dengan peta-peta atau potret udara yang mempunyai skala
    Misalnya:
    Kita mengambil jarak 2 titik mislanya A – B pada peta yang tidak berskala. Jarak kedua titik tersebut diukur dengan mistar, misalnya 5 cm
    Langkah berikutnya kita lihat pada peta yang mempunyai titik A – B yang mempunyai skala, misalnya 1 : 100.000. dan setelah diukur jarak A – B pada peta misalnya 10 cm. dengan demikian skala peta dapat ditentukan dengan formula, yaitu:
    S pt = Lps/Lpt x S ps
    Dimana:
    S pt : Skala peta yang dicari
    L ps : Jarak pada peta yang mempunyai skala
    L pt : Jarak pada peta yang tidak mempunyai skala
    S ps : Skala peta yang ada

    S pt = 10/5x 100.000
    = 200.000
    Jadi, Skalanya yaitu 1 : 200.000
  2. Dengan membandingkan titik-titik di peta dengan titik-titik di lapangan yang sama, yang jaraknya telah diketahui
    Bila kita menentukan peta yang tidak berskala, maka cara menentukan skalanya yaitu:
    Mula-mula ambil jarak 2 titik misalnya titik C – D pada peta yang tidak berskala, jarak C – D pada peta ini diukur dngan mistar, misalnya 4 cm. titik C – D pada peta tersebur kita cek di lapangan dan diukur beberapa jaraj sesungguhnya, misalnya jarak C – D = 2 km atau 200.000 sm. Skala peta dapat ditentukan dengan membandingkan kedua jarak tersebut dengan formula:
    S pt = Lpt/Lm
    Dimana:
    S pt : Skala peta yang dicari
    L pt : Jarak pada peta yang tidak mempunyai skala
    L m : Jarak Sesungguhnya di lapangan

    S pt = 4/200.000
    = 1/50.000
    Atau = 1 : 50.000
    Jadi, skala peta yang dicari 1 : 50.000
  3. Dengan menghitung 2 buah garis paralel/meridian
    ada dua cara dalam menghitung jarak 2 buah garis berdasarkan grid yang digunakan yaitu:
    Geography Grid
    Suatu peta tidak berskala tetap mempunyai Geography Grid dapat ditentukan skalanya dengan menghitun jarak dua garis paralelnya. Sepertti diketahui bahwa 1° lintang = 69 mil atau 111,04446 km
    Misalkan:
    * Jarak antara garis paralel 41°00’00” LU dengan garis paralel 41°05’00” LU = 5 cm
    * Ini berarti jarak 5 cm ini sama dengan 00°05’. Sehingga jarak 1°=12 x 5 cm = 60 cm (karena 5 menit =1/12°)
    * 1° = 60 cm sama dengan 111,04 km (dibulatkan 111 km ) arak sesungguhnya adalah 11.100.000 cm.
    * Karena 60 cm = 11.100.000 cm maka skala dapat dihitung yakni:
    = 60/11.100.000
    = 1/185.000
     Jadi, skala peta yang dicari adalah 1 : 185.000
    Militairi Grid
    Seperti yang kita ketahui bahwa Militairi Grid terdiri dari garis-garis yang diberi angka dalam ribuan meter (biasa juga dinyatakan dalam yard), maka dalam menentukan skala maka kita dapat memilih 2 garis yang kita kehendaki. Berdasarkan perbedaan angka antara kedua garis tadi kita dapat mengetahui jarak sesungguhnya di lapangan karena angka-angka jarak tertera pada garis tersebut, dan dengan mengukur jarak antara kedua garis tadi pada peta kita akan dapat menentukan skalanya.
    Misalnya:
    * Pertama kita memilih dua garis militairi grid misalnya grid 787000 m East dan 788000 m East.
    * Perbedaaanya = 1000 meter, 1000 meter ini berarti jarak sesungguhnya di permukaan bumi
    * Kita ukur jarak kedua garis tersebut di atas peta misalkan 2 cm
    * Kalau 2 cm di peta menunjukkan 1000 meter di permukaan bumi, maka skalanya:
    = 2 cm/1.000 m
    = 2 cm/100.000 cm
    = 1/50.000
    Jadi, skala peta yaitu 1 : 50.000
  4. Dengan menghitung Interval kontur (interval contur)
    Bila suatu peta mempunyai kontur interval (interval contur), maka skalanya dapat ditentukan dengan rumus
    Skala = 2000 x C.I
    Karena kontur Interval
    C.I = 1/2.000 x Skala

Sumber:
Ansari, Baharuddin. 2002. Bahan Kuliah Pelengkap Kartografi Dasar: Jurusan Geografi FMIPA UNM. Makassar.

Rabu, 18 Februari 2009

Geografi 1-2 Al Qur'an (Part II)

Alam Semesta

Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:

"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)

Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.

Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.

Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan

Angin

Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.

"Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya." (Al Qur'an, 15:22)

Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah menunjukkan peran "mengawinkan" dari angin dalam pembentukan hujan.

Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:

Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer.. Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.

Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan.

Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.

Seperti halnya juga, Gelombang air terbentuk ketika angin meniup permukaan air. Akibat pengaruh angin ini, pertikel-partikel air mulai bergerak melingkar. Pergerakan ini kemudian mendorong terbentuknya gelombang air yang silih berganti, dan butiran-butiran air kemudian terbentuk oleh gelombang ini yang kemudian tersebar dan beterbangan di udara.

Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin dalam pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam…......

Lautan Yang Tak Bercampur

Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut:

"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an, 55:19-20)

Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka.

Air Laut Tengah memasuki Samudra Atlantik melalui selat Jibraltar. Namun suhu, kadar garam, dan kerapatan air laut di kedua tempat ini tidak berubah karena adanya penghalang yang memisahkan keduanya.

Geografi 1-2 Al Qur'an (Part I)

Lapisan Atmosfer

Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah satunya adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima bahwa atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu keajaiban Al Qur’an.

Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.

"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit,lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Qur'an, 2:29)

"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." (Al Qur'an, 41:11-12)

Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada "langit" bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.

Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut disebutkan dan diuraikan sebagai berikut:

  1. Troposfer, lapisan ini merupakan lapisan yang terdekat dengan bumi (0 - 15 km) Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer dengan suhu 17 - -52 derajat celcius
  2. Stratosfer, lapisan di atas troposfer, ketinggian 15 - 40 km, suhu -57 derajat celcius dan lapisan ozon yang memblokir atau menahan sinar ultraviolet berada pada lapisan ini.
  3. Ozonosfer, lapisan yang bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet
  4. Mesosfer, lapisan di atas stratosfer, ketebalan 45 - 75 km, suhu -140 derajat celcius, suhu yang sangat rendah dan dingin dapat menyebabkan awan noctilucent yang terdiri atas kristal-kristal es
  5. Termosfer, berada di atas mesosfer, ketebalan 75 - 100 km dengan suhu 80 derajat celcius
  6. Ionosfer, lapisan yang terbentuk dari gas-gas terionisasi, ketebalan 50 - 100 km, Adalah lapisan yang bersifat memantulkan gelombang radio. Karena ada penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi
  7. Eksosfer, bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 500 - 700 km, suhu -57 derajat celcius dan tidak memiliki tekanan udara yaitu sebesar 0 cmHg. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)

Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, "… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang berbahaya.

Bukit, Gunung dan Pegunungan

Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.

"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)

Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.

Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.

Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.

Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:

Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305).

Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai "pasak":

"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?" (Al Qur'an, 78:6-7)

Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.

Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung dalam ciptaan Allah.

"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)

Selasa, 17 Februari 2009

Kartografi vs Peta

Pengertian Kartografi

Secara umum kartografi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yamg mempelajari tentang pemetaan. Pengertian yang lebih khusus diungkapkan oleh international Cartografhic Association atau ICA (perhimpunan kartografi Internasional) mengartika kartografi sebagai suatu perpaduan seni, ilmu dan tehnik membuat peta, termasuk pengertia pengertian peta sebagai karya seni. Dari pengertian ini surfai dan fotogrametri tidak dimaksudkan kedalam bidang kartografi.

Arti dari devenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kartografi meliputi : semua tahap dalam kompilasi. Desai konstruksi, evaluasi menggambar, memberi warna/ simbol, mencetak dan merevisi peta serta studi tentang peta sebagai media komunikasi.

Pengertian Peta

Penggambaran keadaan muka bumi ke dalam bidang datar yang kemudian disebut peta, merupakan salah satu kebutuhan awal bagi para pengelola dan perencana sumber daya.

peta merupakan gambaran permukaan bumi yang berisi fenomena alam dan fenomena buatan memuat informasi yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya di berbagai bidang pembangunan termasuk bidang perencanaan tata ruang, kehutanan, perkebunan, pertanian, kelautan, pertambangan dan lain sebagainya.

Secara umum peta diartikan sebagai gambaran konvensional dari pola bumi yang digambarkan seolah olah dilihat dari atas ada bidang datar melalui satu bidang proyeksi degan dilengkapi tulisan tulisan untuk identifiksinya

Peta mengandung arti komunikasi. Artinya merupakan suatu signal atau Channel antara sipengirim pesan ( pembuat peta) dengan si penerima pesan (pemakai peta). Dengan demikian peta digunakan untuk mengirim pesan berupa informasi tetang realita dari fenomena geografi.

Peta pada dasarnya adalah sebuah data yang didesain untuk mampu menghasilkan sebuah informasi geografis melalui proses pengorganisasian dari kolaborasi data lainnya yang berkaitan dengan bumi untuk menganalisis, memperkirakan dan menghasilkan gambaran kartografi. Informasi ruang mengenai bumi sangat kompleks, tetapi pada umunmya data geografi mengandung 4 aspek penting, yaitu (Zhou, 1998):

  1. Lokasi-lokasi yang berkenaan dengan ruang, merupakan objek-objek ruang yang khas pada sistem koordinat (projeksi sebuah peta)
  2. Atribut (ciri bahan), informasi yang menerangkan mengenai objek-objek ruang yang diperlukan
  3. Hubungan ruang, hubungan lojik atau kuantitatif diantara objek-objek ruang
  4. Waktu, merupakan waktu untuk perolehan data, data atribut dan ruang.

Pemetaan adalah suatu proses menyajikan informasi muka Bumi yang berupa fakta, dunia nyata, baik bentuk permukaan buminya maupun sumberdaya alamnya, berdasarkan skala peta, sistem proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka Bumi yang disajikan.

Penyajian unsur-unsur permukaan bumi di atas peta dibatasi oleh garis tepi kertas serta grid atau gratikul. Diluar batas tepi daerah peta, pada umumnya dicantumkan berbagai keterangan yang disebut tepi. Keterangan tepi ini dicantumkan agar peta dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh pemakai peta. Penyusunan dan penempatan keterangan tepi bukan merupakan hal yang mudah, karena semua informasi yang terletak disekitar peta harus memperlihatkan keseimbangan.

Syarat Peta

Menurut I Made Sandy sebagai alat informasi dan komunikasi maka peta itu harus memenuhi empat syarat yaitu :

@ Peta tidak boleh membingungkan. yaitu dengan dilengkapi:

  1. Judul Peta, Judul suatu peta harus menggambarkan isi peta atau aspek apa yang di gambarkan, dimana atau meliputi daerah mana (baik berdasarkan batas fisis maupun batas administratif) dan kapan gejala atau aspek tersebut terjadi
  2. Skala, Dalam suatu peta harus di cantumkan skala supaya jelas daya muat peta yang di gambarakan dan menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan jenis symbol yang di gunakan dan juga kita bias menentukan luas daearah tersebut.
  3. Legenda, Legenda peta akan menperjelas arti dan makna symbol yang di gambarkan pada peta oleh sebab itu agar mudah dlmengerti dan mudah ditangkap maknanya maka pemilihan jenis symbol serta variasinya (terutama bila menggunakan warna) harus menjadi pertimbangan utama.

@ Peta itu harus mudah di tangkap maknanya oleh sipembaca peta.

Peta harus mudah di mengerti dan ditangkap maknanya karena peta sebenarnya menpermudah penyajiaan data atau angka-angka yang nampak rumit.

@ Peta harus memberikan gambaran yang sebenarnya,

Ini berarti peta dituntut agar dapat menyatakan ketelitiannya ketelitiannya baik terhadap ukurannya dari segi skala maupun dari segi tujuan penyajiaanya.

@ Peta harus artistic

Oleh karena itu salah satu karakteristik peta adalah merupakan karya seni dan akan di nilai lewat mata. Maka peta itu harus: indah, rapih dan bersih . dan harus di mengerti bahwa segala sesuatu yang di bubuhkan dalam peta tetap harus mengikuti aturan penulisan yang ada.

Jenis Jenis Peta

Peta daat digolongkan menjadi beberapa dasar yaitu :

@ Penggolongan berdasarkan skalanya :

  1. Peta skala besar dengan skala 1: 25.000. Peta ini isinya lebih detail contoh peta tofografi.
  2. Peta skala sedang dengan skala 1: 25,000 – 1: 2.000.000 peta ini hanya memuat yang penting penting saja.
  3. Peta skala kecil dengan skala lebih dari 1:200.000.

@ Penggolongan berdasarkan isi dan fungsinya:

  1. Peta umum (General Map) yaitumpeta yang memuat kenampakan kenampkan umum (lebih dari satu jenis ) memuat kenampakan fisis lamiah da kenampakan budaya. Peta ini lebih berfungsi sebagai orintasi.
  2. Peta tematik yaitu peta yang memuat satu jenis kenampakan saja peta tertentu baik kenampakan fisis maupun kenampakan budaya.
  3. Peta kart yaitu peta yang di desain untuk keperluan navigasi, nautical, aeronautical.

@ Penggolongan berdasarkan tujuannya:

  1. Peta geologi bertujuan untuk menunjukan formasi batuan atau aspek geologi lainnya di suatu daerah.
  2. Peta iklim bertujuan untuk menunjukkan berbagai macam sifat iklim di suatu daerah.
  3. Jenis jenis lainnya : misalnya peta tanah, peta kependudukan peta tata guna lahan dan sebaginya

Tanks! Follow Me....