Sabtu, 30 Oktober 2010

Raja Bone ke - VII


La Tenri Rawe BongkangE menggantikan ayahnya La Uliyo Bote’E menjadi Arumpone. La Tenri Rawe kawin dengan We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE anak dari La Maddussila dengan isterinya We Tenri Lekke.

La Tenri Rawe dengan isterinya Arung Timurung melahirkan anak yang bernama ; La Maggalatung, inilah yang dipersiapkan untuk menjadi putra mahkota menggantikan ayahnya sebagai Arumpone, dia meninggal dunia semasa kecil. Yang kedua bernama ; La Tenri Sompa dipersiapkan untuk menjadi Arung Timurung, tetapi juga meninggal karena dibunuh oleh orang yang bernama Dangkali.

Ketika menjadi Mangkau’ di Bone, La Tenri Rawe sangat dicintai oleh orang banyak karena memiliki sifat-sifat seperti ; berbudi pekerti yang baik, jujur, dermawan, adil dan sangat bijaksana. Dia tidak membedakan antara keluarganya yang memiliki turunan bangsawan dengan keluarganya dari orang biasa.

Sebagai Arumpone, La Tenri Rawe yang pertamalah membagi tugas-tugas (makkajennangeng) seperti: yang bertugas mengurus jowa (pengawal), yang bertugas mengurus anak bangsawan dan yang mengurus wanuwa.

Pada masa pemerintahannya pernah dikunjungi oleh KaraengE ri Gowa masuk ke Bone untuk menyabung ayam. Dalam pertarungan itu, ayam KaraengE ri Gowa terbunuh oleh ayam Arumpone dengan taruhan seratus kati. Pada masa pemerintahannya pula seluruh orang Ajangale’ datang menggabungkan diri di Bone. Ditaklukkanlah Awo Teko, Attassalo dan lain-lain.

TellumpoccoE juga datang menggabungkan Babanna Gowa di Bone dan diterima kemudian didudukkanlah sebagai daerah bawahan dari Bone. Hal ini membuat KaraengE ri Gowa marah dan menyusul masuk ke Bone. Bertemulah orang Gowa dengan orang Bone di sebelah selatan Mare dan berperang selama tujuh hari tujuh malam, baru berdamai. Jelaslah kekuasaan orang Bone pada bahagian selatan Sungai Tangka ke atas.

Datu Soppeng Rilau yang diturunkan dari tahtanya datang ke Bone untuk minta perlindungan. Karena Datu Soppeng Rilau yang bernama La Makkarodda To Tenri Bali MabbeluwaE merasa terdesak. Tidak lama setelah berada di Bone, ia pun kawin dengan saudara Arumpone yang bernama We Tenri Pakkuwa. Dari perkawinannya itu lahir anak perempuan , We Dangke atau We Basi LebaE ri Mario Riwawo.

Saudara Arumpone yang bernama We Lempe kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Saliwu Arung Palakka. Dari perkawinannya itu melahirkan anak ; La Tenri Ruwa MatinroE ri Bantaeng kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Dangke. La Tenri Ruwa adalah nenek MatinroE ri Bontoala.

Suatu saat, Bone didatangi oleh Gowa dan terjadilah perang di Cellu. Perang berlangsung selama lima hari lima malam dan orang Gowa mundur. Dua tahun kemudian datang KaraengE ri Gowa untuk menyerang lagi. Kali ini perang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Orang Gowa mengambil tempat pertahanan di Walenna, tetapi KaraengE ri Gowa tiba-tiba terserang penyakit, maka ia harus kembali ke kampungnya. Konon, ketika sampai di Gowa ia pun meninggal dunia.

Hanya kurang lebih dua bulan kemudian, datang lagi KaraengE ri Gowa yang bernama Daeng Parukka yang menggantikan ayahnya untuk kembali menyerang Bone. Mendengar bahwa Gowa kembali, maka seluruh orang Ajangale’ dan orang Timurung datang membantu Bone. Adapun Limampanuwa Rilau Ale’ berkedudukan di Cinennung.

Sementara orang Awampone berkedudukan di Pappolo berdekatan dengan benteng pertahanan KaraengE ri Gowa. Terjadilah perang yang sangat dahsyat. Orang Gowa menyerbu ke arah selatan, membakar Kampung Bukaka dan Takke Ujung. Akhirnya Karaeng Gowa tewas terbunuh.

Daeng Padulung salah seorang pembesar Gowa yang menjadi pemimpin perang nampaknya sudah kewalahan menghadapi serangan orang Bone. Oleh karena itu Karaeng Tallo memerintahkan utusannya untuk menemui Arumpone. Adapun yang disampaikan oleh utusan Karaeng Tallo adalah ; ”Kami telah kehilangan dua Karaeng (pemimpin) yaitu satu tewas di tempat tidur dan satu lagi tewas di lapangan. Tetapi sekarang kami menghendaki kebaikan”.

Berkata Kajao Laliddong ; ”Kalau begitu pendapatmu, besok pagi saya akan menemui KaraengE”. Keesokan harinya keluarlah Kajao Laliddong selaku penasehat Arumpone untuk menemui KaraengE ri Tallo. Dalam pertemuannya itu, terjadilah kesepakatan mengangkat Daeng Patobo menjadi Karaeng ri Gowa.

Ketika menjadi Arumpone La Tenri Rawe BongkangE pernah bertentangan dengan Datu Luwu yang bernama Sagariya karena orang Luwu naik lagi ke Cenrana. Maka wanuwa Cenrana telah dua kali direbut dengan kekuatan senjata (riala bessi) oleh orang Bone.

Untuk memperkuat kedudukan Bone sebagai suatu kerajaan yang tangguh, La Tenri Rawe menjalin hubungan kerja sama dengan Arung Matowa Wajo yang bernama To Uddamang. Begitu juga dengan Datu Soppeng yang bernama PollipuE. Maka diadakanlah pertemuan di Cenrana untuk memperkuat hubungan antara Bone, Soppeng dan Wajo.

Adapun kesepakatan yang diambil di Cenrana adalah ketiganya akan mengadakan pertemuan lanjutan di Timurung. Setelah sampai pada waktu yang telah ditentukan, maka berkumpullah orang Bone, orang Soppeng dan orang Wajo di suatu tempat yang bernama Bunne. Ketiganya mengucapkan ikrar ; ”Tessiabiccukeng – Tessiacinnai ulaweng tasa – Pattola malampe waramparang maega” (tidak saling memandang rendah – tidak saling iri hati – saling mengakui kepemilikan). Setelah itu barulah ketiganya mallamumpatu (meneggelamkan batu) sebagai tanda kuatnya perjanjian tersebut, sehingga disebutlah – LamumpatuE ri Timurung.

Inilah catatan yang menjelaskan TellumpoccoE (Bone – Soppeng – Wajo) yang terkandung dalam perjanjian yang diadakan oleh La Tenri Rawe BongkangE (Bone), To Uddamang (Wajo) dan La Mata Esso (Soppeng).

Ketika sampai pada hari yang telah disepakati, bertemulah di Timurung. Datanglah Arumpone, diikuti oleh seluruh Palili Bone. Datang juga Arung Matowa Wajo yang bernama La Mungkace To Uddamang MatinroE ri Kanana. Selanjutnya datang juga Datu Soppeng yang bernama La Mappaleppe PatolaE Arung Belo MatinroE ri Tanana. Diikuti pula oleh seluruh Palili Soppeng dan Wajo.

Pertemuan tiga kerajaan yang lebih dikenal dengan nama Pertemuan TellumpoccoE tersebut diadakan di Timurung di suatu kampung kecil yang bernama Bunne. Dalam pertemuan tersebut Arung Matowa Wajo bertanya kepada Arumpone ; ”Bagaimana mungkin Arumpone, untuk kita hubungkan tanah kita bertiga, sementara Wajo adalah kekuasaan Gowa. Kemudian kita tahu bahwa antara Bone dengan Gowa juga memiliki hubungan yang kuat”.

Arumpone menjawab ; ”Itu pertanyaan yang bagus Arung Matowa. Tetapi yang menjalin hubungan disini adalah Bone, Soppeng dan Wajo. Selanjutnya Bone menjalin hubungan dengan Gowa. Kalau Gowa masih mau menguasai Wajo, maka kita bertiga melawannya”. Pernyataan Arumpone tersebut diiyakan oleh Arung Matowa Wajo.

Berkata pula PollipuE ri Soppeng ; ”Bagus sekali pendapatmu Arumpone, tanah kita bertiga bersaudara. Tetapi saya minta agar tanah Soppeng adalah pusaka tanah Bone dan Wajo. Sebab yang namanya bersaudara, berarti sejajar”. Arumpone menjawab ; ”Bagaimana pendapatmu Arung Matowa, sebab menurutku apa yang dikatakan oleh PollipuE adalah benar”. Arung Matowa Wajo menjawab ; ”Saya kira tanah kita bertiga akan rusak apabila ada yang namanya – sipoana’ (ada yang menganggap dirinya tua dan ada yang muda). Berkata lagi Arumpone ; ”Saya setuju dengan itu, tetapi tidak apalah saya berikan kepada Soppeng Gowagowa dan sekitarnya untuk penambah daki, agar tanah kita bertiga tetap bersaudara”.

Berkata pula Arung Matowa Wajo ; ”Bagus pendapatmu Arumpone, saya juga akan memberikan Soppeng penambah daki yaitu Baringeng, Lompulle dan sekitarnya”. Datu Soppeng dan Tau TongengE berkata ; ”Terima kasih atas maksud baikmu itu, karena tanah kita bertiga telah bersaudara, tidak saling menjerumuskan kepada hal yang tidak dikehendaki, kita bekerja sama dalam hal yang kita sama kehendaki”.

Berkata Arumpone dan Arung Matowa Wajo ; ”Kita bertiga telah sepakat, maka baiklah kita bertiga meneggelamkan batu, disaksikan oleh Dewata SeuwaE, siapa yang mengingkari perjanjiannya dialah yang ditindis oleh batu itu”.

Berkatalah Arung MatowaE ri Wajo kepada Kajao Laliddong sebagai orang pintarnya Bone ; ”Janganlah dulu menanam itu batu, Kajao! Sebab saya masih ada yang akan kukatakan bahwa persaudaraan TellumpoccoE tidak akan saling menjatuhkan, tidak saling berupaya kepada hal-hal yang buruk, janganlah kita mengingkari perjanjian, siapa yang tidak mau diingatkan, dialah yang kita serang bersama (diduai), dia yang kita tundukkan”.

Pernyataan Arung MatowaE tersebut disetujui oleh Arumpone dan Datu Soppeng. Setelah itu ketiganya berikrar untuk ; ”Malilu sipakainge – rebba sipatokkong – sipedapiri ri peri’ nyameng – tellu tessibaicukkeng – tessi acinnai ulaweng tasa – pattola malampe waramparang maega – iya teya ripakainge iya riadduai” (yang khilaf diingatkan – yang rebah ditopang – saling menyampaikan kesulitan dan kesenangan – tiga tidak ada yang dikecilkan – tidak saling merebut kekayaan – saling mengakui hak kepemilikan).

Inilah isi perjanjian TellumpoccoE yang ditindis batu di Timurung, disaksikan oleh Dewata SeuwaE. Ikrar kesetiaan ini dipegang erat-erat oleh ketiganya.

Dua tahun setelah perjanjian TellumpoccoE, La Tenri Rawe BongkangE memanggil saudaranya yang bernama La Inca. Kepada La Inca, La Tenri Rawe menyampaikan bahwa setelah sampai ajalnya, maka saudaranyalah La Inca yang diserahkan kedudukan sebagai Mangkau’ di Bone karena dirinya tidak memiliki anak pattola (putra mahkota).

Karena pada saat meninggal, jenazahnya dibakar dan abunya dimasukkan ke dalam guci, maka digelarlah La Tenri Rawe BongkangE MatinroE ri Gucinna.

Rujukan :
http://sejarahbone.blogspot.com

Rabu, 27 Oktober 2010

Raja Bone ke - VI


La Uliyo Bote’E menggantikan ayahnya La Tenri Sukki sebagai Mangkau’ di Bone. Digelar Bote’E karena dia memiliki postur tubuh yang subur (gempal). Konon sewaktu masih kanak-kanak ia sudah kelihatan besar dan kalau diusung, pengusung lebih dari tujuh orang.

La Uliyo dikenal suka menyabung ayam, kawin dengan We Tenri Wewang DenraE anak Arung Pattiro MaggadingE dengan isterinya We Tenri Sumange’.

Arumpone inilah yang pertama didampingi oleh Kajao Laliddong. Dia pulalah yang mengadakan perjanjian dengan KaraengE ri Gowa yang bernama Daeng Matanre. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan Sitettongenna SudengngE – Lateya Riduni di Tamalate ;

”Kalau ada kesulitan Bone, maka laut akan berdaun untuk dilalui oleh orang Mangkasar. Kalau ada kesulitan orang Gowa, maka gundullah gunung untuk dilalui orang Bone. Tidak saling mencurigai, tidak saling bermusuhan Bone dengan Gowa, saling menerima dan saling memberi, siapa yang memimpin Gowa, dialah yang melanjutkan perjanjian ini, siapa yang memimpin Bone dialah yang melanjutkan perjanjian ini sampai kepada anak cucunya. Barang siapa yang mengingkari perjanjian ini, pecahlah periuk nasinya – seperti pecahnya telur yang jatuh ke batu”.

Arumpone inilah yang mengalahkan Datu Luwu yang tinggal di Cenrana. Pada masa pemerintahannya pulalah Bone mulai dikuasai oleh Gowa. Dalam lontara’ dijelaskan bahwa KaraengE ri Gowa duduk bersama Arumpone di sebelah selatan Laccokkong.

Pada saat itu antara orang Bone dengan orang Gowa saling membunuh. Kalau orang Gowa yang membunuh, maka Arumpone yang mengurus jenazahnya. Begitu pula kalau orang Bone yang membunuh, maka KaraengE ri Gowa yang mengurus jenazahnya. Arumpone ini pula yang menemani KaraengE ri Gowa pergi meminta persembahan orang Wajo di Topaceddo.

Setelah genap 25 tahun menjadi Mangkau’ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone. Setelah semuanya berkumpul, disampaikanlah bahwa ; ”Saya akan menyerahkan Akkarungeng ini kepada anakku yang bernama La Tenri Rawe”. Mendengar pernyataan Arumpone tersebut, seluruh orang Bone setuju. Maka dilantiklah anaknya menjadi Arumpone. Acara pelantikan itu berlangsung meriah selama tujuh hari tujuh malam.

Karena kedudukannya sebagai Arumpone telah diserahkan kepada anaknya, maka La Uliyo Bote’E hanya bolak balik antara isterinya di Bone dengan isterinya di Mampu.

La Uliyo Bote’E pernah memarahi kemenakannya yang bernama La Paunru dengan sepupunya yang menjadi Arung Paccing yang bernama La Mulia. Keduanya pergi meminta bantuan kepada Kajao Laliddong agar diminta maafkan. Tetapi sebelum rencana itu terlaksana, La Uliyo Bote’E pergi ke Mampu untuk menyabung ayam. Tiba-tiba ia melihat kemenakannya dan sepupunya membuat hatinya semakin dongkol. Ia pun segera kembali ke Bone.

La Paunru dan La Mulia berpendapat lebih baik kita menyerahkan diri kepada Kajao Laliddong di Bone untuk selanjutnya diminta maafkan kepada Bote’E. Makanya setelah Bote’E meninggalkan Mampu, keduanya mengikut dari belakang.

Setelah sampai di Itterung, La Uliyo Bote’E menoleh ke belakang, dilihatnya La Paunru bersama La Mulia berjalan mengikutinya. Karena disangkanya La Paunru dan La Mulia berniat jahat terhadapnya, maka ia pun berbalik menyerangnya. La Paunru dan La Mulia walaupun tidak bermaksud melawan, namun karena terdesak oleh serangan La Uliyo akhirnya keduanya terpaksa melawan. Dalam perkelahian tersebut, baik La Paunru maupun La Uliyo tewas di tempat, sedangkan La Mulia dibunuh oleh orang yang datang membantu La Uliyo.Sejak itu, digelarlah La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung.

Adapun anak La Uliyo Bote’E dari isterinya yang bernama We Tenri Wewang DenraE, adalah La Tenri Rawe BongkangE. Inilah yang menggantikannya sebagai Mangkau’ di Bone. La Tenri Rawe kawin dengan We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE.

Anak berikutnya adalah La Inca, dialah yang menggantikan saudaranya menjadi Mangkau’ di Bone. La Inca kawin dengan janda saudaranya, We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE.

Anaknya yang berikut, We Lempe yang kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Saliwu Arung Palakka, anak dari We Mangampewali I Damalaka dengan suaminya La Gome. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya We Tenri Pakkuwa, kawin dengan La Makkarodda To Tenri Bali Datu Mario. Sesudah We Tenri Pakkuwa adalah We Danra MatinroE ri Bincoro. Tidak disebutkan turunannya dalam lontara’

Adapun anak La Uliyo Bote’E dari isterinya yang bernama We Tenri Gau Arung Mampu adalah We Balole I Dapalippu. Inilah yang kawin dengan paman sepupu ayahnya yang bernama La Pattawe Arung Kaju MatinroE ri Bettung, anak dari saudara La Tenri Sukki MappajungE yang bernama La Panaongi To Pawawoi Arung Palenna dengan isterinya We Tenri Esa’ Arung Kaju.

Sesudah We Balole adalah Sangkuru’ Dajeng Petta BattowaE Massao LampeE ri Majang. Dia digelar pula sebagai Arung Kung, tidak disebutkan keturunannya dalam lontara’.

Selasa, 26 Oktober 2010

Raja Bone ke - V


Inilah Mangkau’ di Bone yang diserang oleh Datu Luwu yang bernama Dewa Raja yang digelar Batara Lattu. Mula-mula orang Luwu mendarat di Cellu dan disitulah membuat pertahanan. Sementara orang Bone berkedudukan di Biru-biru.

Adapun taktik yang dilakukan oleh orang Bone adalah memancing orang Luwu dengan beberapa perempuan. Pancingan ini berhasil mengelabui orang Luwu sehingga pada saat perang berlangsung orang Luwu yang pada mulanya menyangka tidak ada laki-laki, bersemangat menghadapi perempuan-perempuan tersebut. Namun dari belakang muncul laki-laki dengan jumlah yang amat banyak, sehingga orang Luwu berlarian ke pantai untuk naik ke perahunya. Dalam perang itu orang Bone berhasil merampas bendera orang Luwu.

Setelah perang selesai, Arumpone dan Datu Luwu mengadakan pertemuan. Arumpone mengembalikan payung warna merah itu kepada Datu Luwu, tetapi Datu Luwu mengatakan ; ”Ambillah itu payung sebab memang engkaulah yang dikehendaki oleh DewataE (Tuhan) untuk bernaung di bawahnya. Walaupun bukan karena perang engkau ambil, saya akan tetap berikan. Apalagi saya memang memiliki dua payung”. Mulai dari peristiwa itu , La Tenri Sukki digelar MappajungE (memakai payung).

Selanjutnya La Tenri Sukki mengadakan lagi pertemuan dengan Datu Luwu To Serangeng Dewa Raja dan lahirlah suatu perjanjian yang bernama ; Polo MalelaE ri Unynyi (gencatan senjata di Unynyi).

Dalam perjanjian ini Arumpone La Tenri Sukki berkata kepada Datu Luwu ; ”Alangkah baiknya kalau kita saling menghubungkan Tanah Bone dengan Tanah Luwu”. Dijawab oleh Datu Luwu ; ”Baik sekali pendapatmu itu, Arumpone”.

Merasa ajakannya disambut baik,Arumpone berkata ; ”Kalau ada yang keliru, mari kita saling mengingatkan – kalau ada yang rebah mari kita saling menopang – dua hamba satu Arung – tindakan Luwu adalah tindakan Bone – tindakan Bone adalah tindakan Luwu – baik dan buruk kita bersama – tidak saling membunuh – saling mencari kebaikan – tidak saling mencurigai – tidak saling mencari kesalahan – walaupun baru satu malam orang Luwu berada di Bone, maka menjadilah orang Bone – walaupun baru satu malam orang Bone berada di Luwu, maka menjadilah orang Luwu – bicaranya Luwu, bicaranya Bone – bicaranya Bone, bicaranya Luwu – adatnya Luwu, adatnya juga Bone, begitu pula sebaliknya – kita tidak saling menginginkan emas murni dan harta benda – barang siapa yang tidak mengingat perjanjiannya, maka dialah yang dikutuk oleh Dewata SeuwaE sampai kepada anak cucunya – dialah yang hancur bagaikan telur yang jatuh ke batu –”

Kalimat ini diiyakan oleh Datu Luwu To Serangeng Dewa Raja. Perjanjian ini bernama ”Polo MalelaE ri Unynyi” karena terjadi di Kampung Unynyi. Kemudian keduanya kembali ke negerinya.

Dimasa pemerintahan La Tenri Sukki, pernah pula terjadi permusuhan antara orang Bone dengan orang Mampu. Pertempuran terjadi di sebelah selatan Itterung, diburu sampai di kampungnya. Arung Mampu yang bernama La Pariwusi kalah dan menyerahkan persembahan kepada Arumpone. Arung Mampu berkata ; ”Saya serahkan sepenuhnya kepada Arumpone, asalkan tidak menurunkan saya dari pemerintahanku”.

Arumpone menjawab ; ”Saya akan mengembalikan persembahanmu dan saya akan mendudukkanmu sebagai Palili (wilayah bawahan) di Bone. Akan tetapi engkau harus berjanji untuk tidak berpikir jelek dan jujur sebagai pewaris harta benda”. Sesudah itu, dilantiklah Arung Mampu memimpin kampungnya dan kembalilah Arumpone ke Bone.

La Tenri Sukki menjadi Mangkau’ di Bone selama 20 tahun, akhirnya menderita sakit. Dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan ; ”Saya sekarang dalam keadaan sakit, apabila saya wafat maka yang menggantikan saya adalah anakku yang bernama ; La Uliyo”. Setelah pesan itu disampaikan, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Anak La Tenri Sukki dari isterinya We Tenri Songke, adalah ; La Uliyo Bote’E kawin dengan sepupunya yang bernama We Tenri Wewang DenraE, anak saudara kandung La Tenri Sukki yang bernama We Tenri Sumange’ dengan suaminya yang bernama La Tenri Giling Arung Pattiro MaggadingE. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri Rawe BongkangE, La Inca, We Lempe, We Tenri Pakkuwa.

Selain La Uliyo, ialah ; We Denra Datu, We Sida (tidak disebutkan dalam lontara’ yang digulung).

We Sida Manasa kawin dengan La Burungeng Daeng Patompo, anak dari La Panaongi To Pawawoi Arung Palenna dari isterinya yang bernama We Mappasunggu. Dari perkawinan ini lahirlah anak laki-laki yang bernama La Paunru Daeng Kelli.

Minggu, 10 Oktober 2010

KKN From Zero to Finis

Ini dimulai dari kewajiban mahasiswa pada semester 6 untuk memprogram Mata Kuliah KKN atau Kuliah Kerja Lapang dengan alokasi waktu selama 2 bulan, Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini di Panitiai oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UNM.

emangnya sih aQ milih ditempatkan di Kabupaten Bulukumba pada saat mendaftar, tp kadang juga penempatan i2 diacak ama panitia LPM, jadi….pasrah aja tungguin lokasi penempatanQ…..

Pada saat pengumuman akhirnya aQ betulan ditempatkan di Kabupaten Bulukumba denga Lokasi Kecamatan Hero Lange Lange…………..????Baru denger tuh!!! tp biasanya orang nyingkatnya HERLANG, tp tuk Desanya blum tahupi……

Hasil pemaparan Panitia LPM dimana pada saat i2 untuk Kecamatan Herlang dibimbing oleh Pak Wardihan dosen dari Bahasa Indonesia. aQ ditempatkan di Posko Desa Borong dengan jumlah teman hanya Ber 5. yaitu:

  1. Nuryana Yamin. H (Nana) dari Pendidikan Bahasa Inggris (FBS)
  2. Nurjannah Suyuti (Nunu) dari Administrasi Perkantoran (FEIS)
  3. Asriani S. (Nini) dari Kimia (FMIPA)
  4. Rusdi Basri A. Md. (Nene) dari Penjaskes (FIK), dan
  5. aQ…Arman Saputra (Nono) dari Geografi (FMIPA)

Personil KKN UNM Angkatan XIX Desa Borong (Dari Kiri ke Kanan : Nono, Nunu, Nini, Nana, Nene)

Pada saat pembekalan di tetapin:

  1. Nuryana Yamin. H sebagai Koordinator Desa
  2. Nurjannah Suyuti sebagai Sekretaris
  3. Asriani S. sebagai Bendahara
  4. Rusdi Basri A. Md. sebagai Anggota (?)
  5. aQ…Arman Saputra sebagai Anggota

Pada Tanggal 5 Juli 2008 kami diberangkatkan Ke Kecamatan Herlang dengan menggunakan Bus dan sampai kira-kira pukul 13.30 wita. Kami langsung dijemput ama pak Dar’ yaitu supir pete-pete suruhan pak Desa. Setelah i2 kami langsung diantar ke desa Borong tapi ternyata ada sekitar 2 km masuk dari jalan poros Bulukumba-Kajang….uhhh…jauh juga…..

Jalan masuk ke Desa Borong

sekitar pukul 14.00 wita kami sampai di Desa Borong dan disambut oleh Bapak Desa dengan muka yang cuek dan sangar…..GereeeRRR…… Pak desa langsung tunjuiin Posko tempat tuk nginap kami.

Posko Cewe’ ditempatkan di rumah dinas dan mereka tinggal ama keluarga pak Desa.

Posko Cewe

Sedangkan Posko cowo di tempatkan di Kantor Desa, waduh……nda bener nih….masa kami dipisah ama cewe’-cewex…..ditinggalin berdua lagi…..mana kantornya acak-acakan……

Posko Cowo’

Ndapapalah…..klo cape’ paling tidur nyeyak juga…

Keesokan paginya…….

Jalan2 keliling kampung (survey gitu lo….)

Cape juga keliling….(istirahat sampil Jepret…)

Pulang deh…uda cape ama lapar…….

Kepanasan…:)

Setelah melakukan survey kami selanjutnya melakukan Seminar Desa pada tanggal 9 Juli 2008 dengan tujuan menyampaikan program-program kerja yang sesuai dengan kondisi Desa Borong. tapi sebelumnya i2 bagi undangan dulu ama Pak dusun, pak imam, pak guru, ama warga-warga……

Banyak juga tuh undanganya

Bismilahi Rohmani Rahim……..Assalamu Alaikum Wr. Wb….....Seminar Desa Kami Buka…..

Seminar Desa

Alhandullilah…….slesai juga……Proker juga disetuji………

Siap Beraksi Besok……………

Bersalaman….

Tanggal 14 Juli 2008 kami melanjutkan seminar di kecamatan

Seminar Kecamatan

Tiap hari diawali dengan bangun Pagi….bersih-bersih….mengajar…kunjungan dusun….mengecet…..bikin peta….melatih olahraga...maen bola….dlll…….

(Proker)

Tapi sebelumnya makan dulue…..

Maen nyosor aja nih…

Waktu luang luga dimanfaatkan untuk:

GoSsif…emang Sif

Nontong Film (weee…uda Lobatmi LaptopQ)

Maen Game sambil Ngetik


Makan Kelapa ato Jagung

ke Kota

Ke Rumah warga (Sibunna Nana SMSan tp Nunu sibukna cari kutu..wkwkwk..)

Tiap Sore ke lapangan (Biasanya banyak Bunga Desa lg maen voli ama nntong Bola…:))

Pengantin (Hahha….numpang makan doankKK…)


Acara makan2 (Barasanji)

Di akhir pekan klo lagi Boring in Borong…klo nda ada kerja juga………..qm walking2 to Bira…….

I’m coming Bira…..

Bira…indahx (pertama kalinya aQ kesini)

Wettssss…Ada Bule’ (Awwe….Nunuji de’)

Keliling2 pake perahu…..ciuuu…..

17 Agustus uda tiba, mari kita rayakan kemerdekaan indonesia yang ke 65 Tahun:

Upacara Bendera


Baris-berbaris….(Ayo SMANSA…)

Foto dulu ama pak Dosen pembimbing

Kerja telah selesai…waktu dua bulan telah tiba……Kami akan Pulang

Sebelum dan Sesudah

Juara I Kebersihan Lingkungan di Kecamatan Herlang

Meski berat meninggalkan Desa Borong, tapi i2 lah yang mesti kami lakukan. Biarlah semua kenangan tertanam di Desa ini. canda, tawa dan tangis bersama kalian akan kami bawah dan slamanya kami ingat……suatu saat nanti kami pasti akan kembali ………………

Tans For:

1. Spesial Tanks Keluarga Besar Andi Sukwan Labea (Bapak, ibu, indah dan ato’) yang telah menerima kami dan memberikan semangat, petunjuk dan kerjasamanya dalam menjalankan program kerja kami.


Keluarga A. Sukwan Labea


2. Warga setempat Dusun Sappang, Salibang, Borong dan Kajang-kajang. yang telah membantu dan bekerjasama demi terlaksananya program kami

3. Bapak Sekretaris Desa dan Para Staf kantor desa yang telah membantu kami dalam pengadaan data dan informasi mengenai Desa Borong

4. Kepala Dusun dan Kepala RK Sappang, Salibang, Borong dan Kajang-kajang atas petunjuk, dan bantuannya dalam mengarahkan warga

5. Team PS. IREMBO dan Segenap Pemuda Borong yang telah bekerjasama dalam meningkatkan rasa cinta pada olahraga. Forza bola.......!!!

6. Kepada Kepala Sekolah, staf pengajar dan Tata Usaha serta murid SDN 126 Borong, SDN 127 Bontoa, SDN 125 Sappang, SDN 256 Kajang-kajang dan SD 317

Tanks! Follow Me....