Rabu, 21 April 2010

Kutub Utara Diramalkan Akan Kehilangan Esnya Antara Tahun 2008-2012

Laut es Kutub Utara sejak dua puluh tahun yang lalu, tahun 1988 mempunyai ketebalan rata-rata lebih dari 3 meter, dengan 50 persen dari esnya sangat keras dan berusia lebih dari jutaan tahun yang lalu.

Tetapi pada bulan September 2007, Pusat Data Salju dan Es AS (NSIDC) menunjukkan bahwa luas lapisan es di Kutub Utara berada pada titik terendah sepanjang sejarah, lapisan es yang mencair lebih dari 40 persen rata-rata, sementara temperatur di daerah es abadi Alaska dan di sebagian daerah Kanada naik lebih dari 2° C dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya. Jika tren ini terus berlanjut maka tanah es abadi di Kutub Utara diramalkan akan kehilangan esnya antara tahun 2008 sampai 2012.

Pencairan yang cepat pada musim panas 2007 telah membuat Kutub Utara menjadi sebuah pulau yang terpisah dengan daratan. Padahal, wilayah tersebut dikenal sebagai daratan es yang senantiasa menghubungkan Eropa dan Asia sejak pengamatan dilakukan pada tahun 1978. Kedua celah barat laut Kanada dan celah timur laut Rusia telah mencair. Sekarang kapal laut dapat melakukan perjalanan keliling di lapisan es Kutub Utara untuk yang pertama kalinya.

Awal bulan September 2008, es di Kutub Utara kembali berada pada titik terendah kedua sepanjang sejarah. Sekitar 70 persen dari esnya berupa lapisan es yang baru terbentuk pada musim dingin tahun sebelumnya dan tebalnya hanya 1 meter. Data satelit terakhir menunjukkan bahwa saat ini permukaan es telah menurun menjadi 5,26 juta kilometer persegi. Laju pencairan yang terjadi saat ini sungguh terlalu cepat.

Selain itu, menurut Laporan Pusat Data Iklim Nasional NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), bulan Januari 2008 tercatat sebagai bulan Januari paling bersalju di Asia. Namun, pada bulan Maret 2008 tercatat sebagai bulan terpanas dalam sejarah dunia, suhunya mencapai 1,8 derajat lebih tinggi dari suhu rata-rata sepanjang abad ke-20. Salju yang terbentuk pada musim dingin tahun lalu segera terkikis secara mencegangkan.

Semenanjung Antartika juga menghadapi kenaikan suhu paling tinggi dibandingkan kawasan lain di Kutub Selatan. Dalam 50 tahun terakhir, suhu rata-rata di kawasan tersebut naik 2,5° C. Sebagai dampaknya, tujuh beting es di kawasan tersebut pecah selama 20 tahun terakhir. Selain itu, ada beberapa benting es yang pecah pada tahun 2008 ini, dan jumlah pecahannya itu selalu memecahkan rekor dari tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang dua tahun terakhir, wilayah Arktik di Kutub Utara kehilangan lapisan es seluas dua kali wilayah Prancis atau sepuluh kali luas Pulau Jawa.

Rujukan:

http://www.telegraph.co.uk/earth/main.jhtml?xml=/earth/2008/08/31/eaarctic131.xml
http://www.spa.gov.sa/English/details.php?id=585474
http://www.dailymail.co.uk/news/article-1050990/The-North-Pole-island-time-history-ice-melts.html

Beting es Wilkins Hancur

Pada tanggal 28 April 2009, Agen Luar Angkasa Eropa (EPA) telah mengumumkan bahwa beting es yang besar ini telah terpisah dari Peninsula Arktik dan sekarang mulai pecah sendiri. Dengan jembatan yang menghubungkan Beting Es Wilkins dengan Peninsula yang telah hancur pada 5 April lalu, para peneliti mengatakan bahwa kejadian ini menunjukkan bencana kutub
paling parah dalam 2 dekade. David Vaughan dari Survei Antartik Inggris mengatakan, “Ada perubahan besar dari hasil pemanasan atmosfer di daerah Peninsula Antartika yang telah menjadi yang paling cepat di Belahan Bumi Selatan.”

Rujukan:

http://www.france24.com/en/20090428-icebergs-break-away-antarctic-iceshelf

Beting Es Wordie di Antartika Menghilang

Pada tanggal 2 April 2009, Beting Es Wordie menghilang. Dengan menyebut perubahan iklim sebagai penyebabnya, Survei Geologis AS dan Survei Antartika Inggris telah melaporkan bahwa Beting Es Wordie, yang hancur pada tahun 1960-an sekarang hilang bersama dengan bagian utara dari Beting Es Larsen. Agen Luar Angkasa Eropa juga mengumumkan bahwa jembatan es yang hubungkan Beting Es Wilkin dengan daratan juga hampir terpisah.

Ahli geologi Masyarakat Geologi AS, Jane Ferrigno yang mempimpin penelitian tentang Beting Wordie dan Larsen menyatakan, “Antartika sangat khusus karena di sana menyimpan sekitar 91 persen dari jumlah es di Bumi, dan perubahan di manapun dalam lapisan es itu mempunyai bahaya yang berarti bagi masyarakat.

Rujukan:

http://www.reuters.com/article/latestCrisis/idUSN03361051
http://www.sciencedaily.com/releases/2009/04/090403080827.htm
http://www.france24.com/en/20090403-massive-antarctic-ice-shelf-set-break-loose

Es di Laut Arktik Lenyap Lebih Cepat daripada yang Diperkirakan Sebelumnya

Para ilmuwan dari Pusat Data Es dan Salju AS (NSIDC) telah menemukan bahwa es di laut Arktik telah mencair di tempat yang sama seperti bulan Juni tahun yang lalu, walaupun tahun ini dimulai dengan lebih banyak es dikarenakan musim dingin yang lebih dingin. Dr. Ian Willis dari Institut Penelitian Kutub Scott di Cambridge, Inggris mengatakan, “Es kutub mempunyai sifat pemantul yang lebih tinggi dibandingkan dengan air laut; jadi ketika esnya mencair, maka air akan menyerap lebih banyak energi matahari yang pada gilirannya akan semakin menghangatkan atmosfer.”

Rujukan :

http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/7461707.stm

Es Kutub Utara yang Mencair telah Mempengaruhi Es Abadi

Para peneliti dari Pusat Penelitian Atmosfer Nasional (NCAR) dan Pusat Data Es dan Salju Nasional (NSIDC), di Kolorado, AS telah menemukan hubungan antara lapisan es yang mencair dengan cepat dengan temperatur es abadi yang meningkat. Selama musim gugur 2007, lapisan es Kutub Utara mencair lebih dari 30 persen daripada rata-rata, sementara temperatur di daerah es abadi Alaska dan di sebagian daerah Kanada naik lebih dari 2 derajat Celsius dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya. Jika tren ini berlanjut maka tanah es abadi akan meleleh dan tidak stabil. Hal ini dapat menyebabkan kemungkinan pelepasan miliaran metrik ton gas karbon dan gas metana yang sangat berpotensial terhadap kepunahan lingkungan maupun penghuninya yang sulit diramalkan oleh siapa pun.

Rujukan :

http://sciencenow.sciencemag.org/cgi/content/full/2008/610/2

Beting Es Kutub Selatan Terus Pecah

Beting Es Wilkin, di selatan Amerika Selatan di Semenanjung Antartika berkurang jauh. Area seluas 160 km² pecah pada tanggal 30-31 Mei 2008. Beting es ini menghubungkan Pulau Charcot dan Pulau Latady. Pada bulan Februari, lempengan es adalah 6 km. Setelah kejadian bulan Mei, ia turun menjadi 2,7 km. Dr. Matthias Braun dari Pusat Pemantauan Permukaan Tanah Jarak Jauh Jerman di Universitas Bonn dan Dr. Angelika Humbert dari Lembaga Geofisika, Universitas Münster, berkata, “Lempengan yang masih ada berkepingan lengkung di posisi tersempitnya, sangat memungkinkan hubungan itu akan pecah sepenuhnya dalam beberapa hari mendatang.”

Rujukan:

http://yubanet.com/enviro/Even-the-Antarctic-winter-cannot-protect-Wilkins-Ice-Shelf.php

Retakan Besar Beting Es Ward Hunt Memberi Sinyal Kematian

Sebagai salah satu dari lima beting es yang masih ada di Kanada, Beting Es Ward Hunt yang berumur 3.000 tahun dan setebal 40 meter di wilayah seluas 443 km² sedang menyusut dengan cepat. Awal tahun ini, Derek Mueller dari Universitas Trent dan Doug Stern, Penjelajah Taman Kanada, melakukan survei wilayah dan menemukan bahwa ada banyak retakan di beting es tersebut dan satu retakan berukuran 10 kilometer kali 40 meter. Menurut Mueller, beting es tidak diisi lagi oleh glasir dan retakan tersebut adalah permanen. Dia menambahkan bahwa temuan tersebut menyarankan perubahan iklim telah melewati ambang batas tertentu.

Rujukan :

http://www.thestar.com/News/World/article/413677

Laporan Peneliti Korea di Kutub Selatan

Stasiun King Sejong yang merupakan tempat pengamatan iklim di Kutub Selatan bagian barat selama dua dekade telah memantau perubahan pola lingkungan hidup di Kutub Selatan. Dengan 11 fasilitas dan 2 observatoriumnya yang berlokasi di Pulau King George di Semenanjung Barton di Kutub Selatan bagian barat, Korea mendatangkan puluhan ilmuwan setiap tahunnya. Dengan datangnya musim panas dalam waktu dekat, mereka, seperti kebanyakan stasiun riset lainnya di daerah tersebut, terus memasukkan informasi yang paling terkini.

Menurut pengamatan kami, dinding es Teluk kecil Marian yang dekat dengan stasiun kami telah mundur lebih dari 1 km selama 50 tahun terakhir. Para peneliti telah berada di sana selama 3 bulan melihat sendiri bahwa selama masa itu, dinding es mundur selama beberapa meter. Jika Anda datang ke sini, Anda dapat merasakan bahwa perubahan iklim sangat serius dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk menunda laju pemanasan global sebanyak mungkin, industri perlu menjauhkan diri dari pemakaian bahan bakar fosil dan berbagai pola gaya hidup harus berubah. Semenanjung Barton yang relatif sejuk, dimana Stasiun King Sejong berlokasi, biasanya menarik sejumlah spesies, dan oleh karena itu ada banyak ahli biologi yang datang mempelajarinya. Akan tetapi tahun ini ilmuwan digusarkan akan populasi satwa di sana. Selain itu, jumlah plankton telah merosot dengan tajam Ketika Anda melihat hewan seperti pinguin atau anjing laut, mereka sulit ditemukan dibandingkan dengan tahun lalu. Di tahun ini saja, dinding es di sini telah roboh 50 meter dibandingkan tahun lalu. Ketika Anda melihat itu, itu akan membuat Anda berpikir. Terlalu banyak es yang roboh saat ini. Jika kita melihat foto dari udara 10 tahun yang lalu, dinding es ada tepat di depan stasiun kita, tetapi ia berada sangat jauh dari kita sekarang, ini berarti ada banyak dinding es yang telah roboh.


Rujukan:

http://newsinfo.inquirer.net/breakingnews/nation/view/20080402-127994/Green-group-gives-out-water-saving-tips

Sabtu, 10 April 2010

Bentukalahan Kawasan Karst

Adapun beberapa bentukanlahan pada kawasan Karst yaitu:
  1. Doline : Suatu bentuk proses yang dangkal dengan diameter berkisar dari beberapa meter sampai 1000 meter dan merupakan sebuah cekungan berbentuk bulat yang terjadi akibat pelarutan kimia atau akibat runtuhan secara umum dolina dibedakan atas 4 macam yaitu : 1. Solution doline terjadi akibat adanya pelarutan, 2. Collapse doline yang terbentuk karena runtuhan vertical, 3. Subsidence doline terbentuk karena pada bagian permukaan sehingga materialnya turun kebawah dan membentuk cekungan, 4. Subducent karst collapse doline.
  2. Shaft : Gua vertical yang berkembang di dalam lapisan epikarst dan zona vadose di dataran karst yang tidak berhubungan dengan gua horizontal pada umumnya. Terjadi karena akibat adanya arus air (aliran permukaan) yang mengalir secara vertical yang terjadi diatas muka air tanah dapat menyebabakan terjadinya proses pelarutan sehingga terbentuk gua.
  3. Cockpits : Bentuk lemah yang ada dalam kerucut karst di daerah tropikyang lembab, berbentuk bintang dengan sisi-sisi yang identik. Adanya perputusan sepanjang retakan akibat pelarutan pada batu gamping akan memisahkan batuan gamping pegunungan sehingga terbentuk blok sendiri-sendiri. Saluran atau jalur pelarutan yang memisahkan blok akan semakin dalam dan lebar sedangkan bagian atas blok akan berlubang dan terpotong atau terhenti pada lapisan kedua permukaan karst yang terbentuknya seperti corong, bentuk corong inilah yang disebut cockpits.
  4. Poljes : Cekungan besar dan memanjang dengan dasar yang rata dan dindingnya di batasi oleh bidang patahan yang curam terbentuk dalam pengaruh tektonik.
  5. Culters : Retakan yang melebar pada batuan karbonat akibat proses pelarutan di mana pada jalur retakan tersebut terisi oleh tanah. Pelarutan pada batuan karbonat ini terjadi secara vertical di sepanjang titik lemah seperti rekahan dan jont. Rekahan ini akhirnya melebar dan di isi oleh akumulasi sisa material lepas/clatis berupa tanah.
  6. Pinnades : Sisa batuan dasar dari culter yang turun kemudian secara relative membentuk pegunungan batuan yang kecil dan semit. Setelah proses pelarutan yang terjadi terus menerus akhirnya batu gamping yang merupakan batu dasar yang tidak sempurna terlarut atau meruakan sisa dari pelarutan, turun dari tempatnya semula Karen aberkurangnya daya ikat atau kekompakan batuan akibat pelarutan. Batu gamping yang porous dan dan telah turun ini lama-kelamaan terbentuk dan berkumpul semakin banyak membentuk pegunungan kecil atau dengan kata lain pinnacles merupakan hasil proses agradasi (proses yang mengakibatkan menjadi tingginya permukaan bumi yang semula rendah sebagai akibat dari penimbunan oleh gravitasi) dari cultersyang telah melapuk.
  7. Residudl hills : Perbukitan sisa erosi akibat proses pelarutan pada batu gamping setelah batu gamping yang semula kompak lalu permukaannya melapuk, maka puing-puingnya kemudian berjatuhan atau terkikis dan terangkut oleh kekuatan erosi. Bagian-bagian yang tersisa (belum lapuk dan tererosi) tampak sebagai morfologi positif (bukit/perbukitan, pegunungan) dengan kenampakan relative kurang bervegetasi.
  8. Cone dan tower karst : Hasil dari sisa erosi akibat pelarutan kimia pada batu gamping yang berbentuk kerucut (cone) dan menara (Tower) dalam jumlah kecil. Syrata terbentuknya kerucut dan menara karst biasanya harus ada batu gamping yang tebal dan kompak dengan system perkembangan retakan yang baik. Adanya perputusan sepanjang retakan memisahkan batu gamping pegunungan sehingga terbentuk blok sendiri. Blok yang berdiri sendiri itu hasil pelarutannya biasanya berbentuk kerucut (conical hills) dan bagian atas blok akan berlubang dan berbentuk corong membentuk cockpit dan terpotong sampai lapisan kedua permukaan karst sehingga membentuk suatu blok yang hamper rata bagian atasnya yang disebut dengan menara karst.


  9. To be Continue......................

Rabu, 07 April 2010

Morfometri Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS)/Daerah Pengaliran Sungai (DPS) atau drainage basin adalah suatu daerah yang terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran sungai, dimana semua anak sungai yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai bermuara ke dalam suatu sungai induk. Seluruh hujan yang terjadi didalam suatu drainage basin, semua airnya akan mengisi sungai yang terdapat di dalam DAS tersebut. oleh sebab itu, areal DAS juga merupakan daerah tangkapan hujan atau disebut catcment area. Semua air yang mengalir melalui sungai bergerak meninggalkan daerah daerah tangkapan sungai (DAS) dengan atau tampa memperhitungkan jalan yang ditempuh sebelum mencapai limpasan (run off). (Mulyo, 2004).
Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2001).
Menurut I Made Sandy (1985), seorang Guru Besar Geografi Universitas Indonesia; Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan, apabila hujan jatuh. Sebuah pulau selamanya terbagi habis ke dalam Daerah-Daerah Aliran Sungai.
Antara DAS yang satu dengan DAS yang lainnya dibatasi oleh titik-titik tertinggi muka bumi berbentuk punggungan yang disebut stream devide atau batas daerah aliran (garis pemisah DAS). Bila suatu stream devide itu merupakan jajaran pebukitan disebut stream devide range. (Hallaf H.P., 2006).

Morfomeri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. keadaan yang dimaksud untuk analisa aliran sungai antara lain meliputi:

A.Luas
Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagia air hujan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta tofografi sedangkan luas DAS nya dapat diukur dengan alat planimeter.
Skala peta yang digunakan akan mempengaruhi ketelitian perhitungan luasnya. adapun formula untuk perhitungan luas yaitu:

Luas = Jumlah kotak x (skala)2

B.Panjang dan lebar
Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungai induk.

Lebar = Luas DAS/Panjang Sungai Induk

C.Kemiringan atau Gradien Sungai
Gradien atau kemiringan sungai dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

g = Jarak Vertikal/Jarak Horisontal

Ket :
g = Gradien Sungai
J. Vertikal = Beda tinggi antara hulu dengan hilir (m)
J. Horisontal = Panjang sungai induk (m)

D.Orde dan tingkat percabangan sungai
1.Orde Sungai
Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian makin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula alur sungainya.
Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde.
2. Tingkat percabangan sungai
Untuk menghitung tingkat percabangan sungai dapat digunakan rumus:

Rb = Nu/Nu+1

Ket:
Rb = Indeks tingkat percabangan sungai
Nu = jumlah alur sungai untuk orde ke u
Nu + 1 = jumlah alur sungai untuk orde ke u + 1

Adapun karakteristik dari tiap nilai Rbnya yaitu:

E.Kerapatan sungai

Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

Dd = L/A

Ket:
Dd = indeks kerapatan sungai (km/km2)
L = jumlah panjang sungai termasuk anak-anak sungainya
A = Luas DAS (km2)

Adapun karakteristik dari nilai indeks kerapatan sungai (Dd) yaitu:

F.Bentuk Daerah Aliran Sungai

Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusat aliran
Menurut Gregari dan Walling (1975), untuk menentukan bentuk DAS dapat diketahui dngan terlebih dahulu menentukan nilai Rc nya.

Rc = 4пA/P2

Ket:
Rc = Basin circularity
A = Luas DAS (m2)
P = Keliling (m)
п = 3,14

Adapun karakteristik dari nilai Basin circularity yaitu:

G.Pola Pengairan Sungai

Sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola tertentu. Pola itu tergantungan dari pada kondisi tofografi, geologi, iklim, vegetasi yang terdapat di dalam DAS bersangkutan.
Adapun Pola-pola Pengairan Sungai yaitu:

1. Pola trellis dimana memperlihatkan letak anak-anak sungai yang paralel menurut strike atau topografi yang paralel. Anak-anak sungai bermuara pada sungai induk secara tegak lurus. Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan (folded mountains). Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, mengalir di atas struktur synclinal, sedangkan anak-anak sungainya mengalir sesuai deep dari sayap-sayap synclinal dan anticlinal-nya. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara tegak lurus terhadap induk sungainya.

2. Pola Rektanguler, dicirikan oleh induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ± 90o, arah anak-anak sungai (tributary) terhadap sungai induknya berpotongan tegak lurus. Biasanya ditemukan di daerah pegunungan patahan (block mountains). Pola seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-bidang dan/atau retakan patahan escarp-escarp atau graben-graben yang saling berpotongan.

3. Pola Denritik, yaitu pola sungai dimana anak-anak sungainya (tributaries) cenderung sejajar dengan induk sungainya. Anak-anak sungainya bermuara pada induk sungai dengan sudut lancip. Model pola denritis seperti pohon dengan tatanan dahan dan ranting sebagai cabang-cabang dan anak-anak sungainya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuan yang sejenis (seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas.

4. Pola Radial Sentripugal, Pola pengaliran beberapa sungai di mana daerah hulu sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu “titik” tetapi muaranya menyebar, masing-masing ke segala arah. Pola pengaliran radial terdapat di daerah gunungapi atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan dome yang berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak, tetapi muaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke segala arah.

5. Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang menyebar dari satu pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada satu cekungan (basin), dan biasanya bermuara pada satu danau. Di daerah beriklim kering dimana air danau tidak mempunyai saluran pelepasan ke laut karena penguapan sangat tinggi, biasanya memiliki kadar garam yang tinggi sehingga terasa asin.

6. Pola Paralel, Adalah pola pengaliran yang sejajar. Pola pengaliran semacam ini menunjukkan lereng yang curam. Beberapa wilayah di pantai barat Sumatera memperlihatkan pola pengaliran paralel

7. Pola Annular, Pola pengaliran cenderung melingkar seperti gelang; tetapi bukan meander. Terdapat pada daerah berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah berada pada stadium dewasa. Daerah dome yang semula (pada stadium remaja) tertutup oleh lapisan-lapisan batuan endapan yang berselang-seling antara lapisan batuan keras dengan lapisan batuan lembut.

Bahan Rujukan:

Hallaf, H.P., 2005. Geomorfologi Sungai dan Pantai. Jurusan geografi FMIPA UNM. Makassar.

Soewarno, 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Nova.Bandung

Suripin, 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Yogyakarta. Yogyakarta

Konsep Wilayah dan Perwilayahan

A . Pengertian
Wilayah adalah bagian daerah tertentu di permukaan bumi yang mempunyai sifat khas sebagai akibat dari adanya hubungan khusus antara kompleks lahan, air udara flora .fauna dan manusia .
Perwilayahan adalah usaha untuk membagi permukaan bumi tertentu dan tujuan tertentu pula .

B . Identifikasi perbedaan wilayah formal dan fungsional
1. Wilayah formal adalah wilayah yang mempunyai kenampakan yang sama
2. Wilayah fungsional adalah wilayah yang memiliki keaneka ragaman

C . Identifikasi pusat pertumbuhan
1 . Pengertian
Pusat pertumbuhan adalah kawasan yang mempunyai pertumbuhan sangat pesat di segala bidang yang dapat mempengaruhi kawasan sekelilingnya.
2. Teori pusat pertumbuhan
a. Teori tempat sentral oleh W. Christaller
bahwa suatu lokasi pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu tempat yang sentral.
b. Teori kutub pertumbuhan oleh Perroux
bahwa kutub pertumbuhan merupakan fokus dalam wilayah ekonomi yang abstrak yang memancarkan kekuatan sentrifugal dan sentripetal yang menarik
c. Teori polarisasi oleh Gurnal Myrdal
Bahwa setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan memiliki daya tarik terhadap tenaga buruh dan daerah pinggiran

D. Faktor yang mempengaruhi pusat pertumbuhan
1. Faktor alam : iklim, tanah, air,mineral
2. Faktor budaya : iptek, industri, sarana transportasi
3. Faktor sosial : pendidikan, kesehatan

D. Pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia
Wilayah-wilayah pusat pertumbuhan di Indonesia yaitu:
• Wilayah I : Aceh dan Sumatera Utara, berpusat di Medan
• Wilayah II : Sumatera Barat dan Kepulauan Riau, berpusat di Pekanbaru
• Wilayah III : Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bangka Belitung, berpusat di Palembang
• Wilayah IV : Jakarta, Banten, Jawa Barat dan DIY, berpusat di Jakarta
• Wilayah V : Kalimantan Barat, berpusat di Pontianak
• Wilayah VI : Jawa Timur dan Bali berpusat di Surabaya
• Wilayah VII : Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, berpusat di Balikpapan dan Samarinda
• Wilayah VIII : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, berpusat di Makassar
• Wilayah IX : Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo, berpusat di Manado
• Wilayah X : Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua bagian barat, berpusat di Sorong

Wilayah tersebut dibagi menjadi :

1. Wilayah pembangunan utama A : wilayah I dan II berpusat di Medan

2. Wilayah pembangunan utama B : wilayah III, IV dan V berpusat di Jakarta

3. Wilayah pembangunan utama C : wilayah VI dan VII berpusat di Surabaya

4. Wilayah pembangunan utama D : wilayah VII, VIII, IX dan X berpusat di Makassar

Pola Keruangan Desa dan Kota

A.DESA

1. Pengertian Desa

a. Menurut Sutardjo Kartohardikusumo
Desa adalah satu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
b. Menurut Prof. Drs Bintarto
Desa adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lain.

c. Menurut UU No. 5 th 1979
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri dalam ikatan negara kesatuan RI
d. Menurut William Ogburn dan MF Nimkoff
Desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.

2. Ciri-ciri desa, antara lain :
a. Masyarakat sangat erat dengan alam.
b. Kehidupan warga petani sangat bergantung pada musim
c. Merupakan satu kesatuan sosial dan kesatuan kerja
d. Jumlah penduduk dan luas wilayah relatif kecil
e. Struktur ekonomi bersifat agraris
f. Masyarakatnya bersifat gemeinschaft
g. Proses sosial relatif lambat
h. Sosial kontrol ditentukan oleh hukum informal


3. Unsur-unsur desa, antara lain :
a. Daerah
b. Penduduk
c. Tata kehidupan

4. Klasifikasi desa
a. Berdasarkan angka kepadatan penduduk
1. Desa terkecil dengan kepadatan penduduk <100/> 3200 orang
d. Berdasarkan perkembangan masyarakat
1. Desa tradisional adalah desa yang masih sangat tradisional
2. Desa swadaya adalah desa yang masih bersifat tradisional
3. Desa swakarya adalah desa yang sedang mengalami transisi
4. Desa swasembada adalah desa yang lebih maju
5. Desa pancasila adalah desa yang sudah sangat maju dan
e. Berdasarkan aktivitas masyarakat
1. Desa agraris adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah dibidang pertanian dan perkebunanan
2. Desa industri adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah dibidang industri kecil rumah tangga
3. Desa nelayan adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah dibidang perikanan dan pertambakan
f. Berdasarkan ikatannya
1. Desa geneologis adalah suatu desa dimana hampir seluruh penduduknya ada hububngan keluarga atau kerabat
2. Desa territorial adalah desa karena adanya batasan administratif
3. Desa campuran

5. Potensi Desa
a. Potensi fisik :
1. Tanah,
2. Air,
3. Iklim,
4. Ternak,
5. Manusia
b. Potensi Non Fisik :
1. Masyarakat desa yang gotong royong
2. Lembaga-lembaga sosial
3. Aparatur atau pamong desa yang tertib

6. Struktur keruangan desa / pola desa
a. Dilihat dari tingkat penyebaran penduduknya (SD Misra)
1. Compact Settlements (pemukiman yang mengelompok) karena :
• Tanah yang subur
• Relief rata
• Keamanan belum dapat dipastikan
• Permukaan air tanah dalam
2. Fragmented Settlements (pemukiman yang tersebar) karena :
• Daerah banjir
• Topografi kasar
• Keamanan terjamin
• Permukaan air tanah dangkal
b. Dilihat dari bentuknya (Menurut Daldjoeni)
1. Pola desa linier atau memanjang jalan / sungai

2. Pola desa mengikuti garis pantai

3. Pola desa terpusat

4. Pola desa tersebar

c. Menurut Bintarto
1. Memanjang jalan
2. Memanjang sungai
3. Radial
4. Tersebar
5. Memanjang pantai
6. Memanjang jalan kereta api
d. Dilihat dari pesebarannya
1. Nucleated Agricultural Village Community / menggerombol
2. Line Village Community / memanjang
3. Open Country or Trade Center Community / tersebar

B. KOTA

1. Pengertian kota
a. Menurut Max Weber
Kota adalah tempat yang penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat yang barang-barangnya berasal dari pedesaan.

b. Menurut Bintarto
kota adalah sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistik dibanding dengan daerah belakangnya.

2. Karakteristik kota
a. Ciri fisik ditandai adanya :
1. Tempat-tempat untuk pasar
2. Tempat-tempat untuk parkir
3. Tempat-tempat rekreasi dan olahraga
b. Ciri sosial
1. Pembagian kerja tegas
2. Masyarakatnya heterogen
3. Individualisme
4. Materialisme dan konsumerisme
5. Adanya toleransi sosial
6. Kontrol sosial
7. Segregasi keruangan


3. Potensi kota
a. Potensi sosial
b. Potensi fisik
c. Potensi ekonomi
d. Potensi politik
e. Potensi budaya

4. Pola keruangan kota
Ada tiga teori pola keruangan kota :
1. Teori konsentris oleh Ernest W. Burgess
2. Teori sektoral oleh Homer Hoyt
3. Teori Inti Ganda oleh Harris Ullman

5. Klasifikasi kota
a. Berdasarkan fungsinya
1. Kota sebagai pusat industri
2. Kota sebagai pusat perdagangan
3. Kota sebagai pusat pemerintahan
4. Kota sebagai pusat kebudayaan
5. Kota sebagai pusat pendidikan
6. Kota sebagai pusat kesehatan
b. Berdasarkan jumlah penduduk
1. Kota kecil penduduknya 20000-50000 jiwa
2. Kota sedang penduduknya 50000-100000 jiwa
3. Kota besar penduduknya 100000-1000000 jiwa
4. Metropolitan penduduknya 1000000-5000000 jiwa
5. Megapolitan penduduknya > 5000000 jiwa

6. Tahap perkembangan kota
a. Menurut Lewis Mumford, tingkat perkembangan kota ada 6 tahap :
1. Tahap eopolis : Tahapan perkembangan desa yang sudah teratur menuju arah kehidupan kota
2. Tahap polis : Suatu kota yang sebagian penduduknya masih agraris
3. Tahap metropolis : Kota yang kehidupannya sudah mengarah industri
4. Tahap megapolis : Wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa dari beberapa kota metropolis
5. Tahap tryanopolis : Suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan , kemacetan lalu lintas , tingkat kriminalitas
6. Tahap nekropolis : Suatu kota yang mulai ditinggalkan penduduknya / kota mati
b. Menurut teknologi dan peradaban ada 3 fase perkembangan kota :
1. Fase Mezo Teknik : Perkembangan kota yang menyandarkan eksploitasi manusia atas sumber daya angin dan air .
2. Fase Paleo Teknik : Perkembangan kota yang sumber tenaga yang digunakan uap air dan mesin – mesinnya dikonstruksi dari besi dan baja
3. Fase Neo Teknik : Perkembangan kota yang sumber tenaga yang digunakan bensin dan uap air
c . Menurut Griffith Taylor , tingkat perkembangan kota ada 4 tahap :
1. Tahap infantile
Pada tahap ini ditandai dengan tidak adanya tempat pemisah antara pusat perekonomian dengan tempat peumahan sehingga biasanya dijadikan satu antara toko dan perumahan.
2. Tahap Juvenile
Pada tahap ini ditandai dengan munculnya rumah-rumah baru diantara rumah-rumah lama atau tua dan mulai nampak terpisahnya antara toko atau perusahaan atau perumahan.
3. Tahap Mature
Pada tahap ini ditandai adanya pengaturan tempat ekonomi dan perumahan atau sudah adanya perencanaan tata kota yang baik
4. Tahap sinile
Pada tahap ini kota kembali menjadi rumit karena adanya pengembangan-pengembangan kota yang lebih luas lagi sehingga terjadi pembongkaran dan penggusuran perumahan maupun untuk dipindahkan keluar kota.

7. Teori perkembangan kota
Adapun teori-teori perkembangan kota pada umumnya ditekankan pada pola perubahan keadaan kota berdasarkan periode yang berbeda.
Adapun teri perkembangan kota yaitu:
a. Teori Konsentris oleh E. W. Burgess
Burgess beranggapan bahwa kota yang besar mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya. oleh karena itu, pola keruangan yang dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis dengan daerah pusat kegiatan (CBD) sebagai intinya.
b. Teori Sektor oleh Hommer Hoyt
Teori sektor menyatakan bahwa perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam kota berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dimiliki oleh sektor-sektor yang sama terlebih dahulu. hal ini didasarkan pada alasan bahwa di dalam kota-kota yang besar terdapat varisi harga sewa tanah dan sewa rumah yang besar.
c. Teori Pusat Kegiatan Ganda oleh Harris dan Ullman
Menurut keduanya suatu kota dibentuk oleh pusat-pusat kegiatan fungsional kota yang terbesar, kemudian setiap pusat mempunyai peran yang penting dalam kota. Pusat-pusat tersebut mempunyai fungsi yang sama, tetapi pada umumnya pusat-pusat tersebut mempunyai fungsi yang berbeda yang saling menunjang.

C.INTERAKSI DESA KOTA

1. Faktor yang mempengaruhi interaksi desa kota menurut Edward Ulman :
a. Adanya wilayah yang saling melengkapi
b. Adanya kesempatan untuk saling berintervensi
c. Adanya kemudahan perpindahan dalam ruang

2. Zona–zona interaksi :
a. City : inti kota
b. Sub urban / faubourg : suatu daerah yang lokasinya dekat pusat kota
c. Sub urban fringe : daerah peralihan antara desa kota
d. Urban fringe : semua daerah perbatasan luar kota namun mempunyai keadaan yang mirip dengan kota
e. Rural urban fringe : jalur daerah yang terletak antara dearah kota dengan desa
f. Rural : suatu daerah yang jauh dari kota

4. Menghitung kekuatan interaksi
a . Teori gravitasi oleh W.J Reilly yang mengadopsi teori Issac Newton
Bahwa kekuatan interaksi antar wilayah dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jarak

Rumus : I.ab = Pa x Pb / (dab)2

Dimana
I.ab = Kekuatan interaksi antara wilayah a dan b
Pa = Jumlah Penduduk wilayah a
Pb = Jumlah Penduduk wilayah b
dab = Jarak antara wilayah a ke b
b. Teori Titik Henti oleh William J. Reilly
Bahwa jarak titik henti dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan tsbdan berbanding terbalik dgn satu ditambah akar kwadrat jumlah penduduk dari wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi dgn jumlah penduduk pada wilayah yang jumlah penduduknya lebih kecil.

Rumus Hab = dab / 1 + VPa/Pb

Dimana:
Hab = Jarak lokasi titik henti antara wilah a dan b
dab = Jarak antara wilayah a ke b
Pa = Jumlah Penduduk wilayah a
Pb = Jumlah Penduduk Wilayah b

c. Model Potensi Penduduk oleh Peter Hagget
Model potensi penduduk tujuannya untuk mengetahui besarnya kemungkinan penduduk suatu wilayah mengadakan migrasi dan interaksi dengan wilayah lain disekitarnya, model ini dapat digunakan untuk merencanakan pendirian pusat pelayanan sosial, misalnya pasar, pertokoan dan balai kesehatan.

Rumus:

PP1 =

PP2 =

PP3 =

Dimana :
PP1 = Potensi penduduk wilayah 1
PP2 = Potensi penduduk wilayah 2 dan seterusnya
P1 = Jumlah Penduduk wilayah 1
P2 = Jumlah Penduduk wilayah 2 dan seterusnya
d12 = Jarak antara wilayah 1 dan 2
d1 = jarak antara wilayah 1 dengan wilayah terdekat
a = Konstanta (1)
b = Ekponen jarak (2)

Tanks! Follow Me....