Dalam istilah geologi, lempeng adalah
bongkahan batuan yang kaku dan padat. Kata tektonik berasal dari kata
dasar Yunani, yang berarti ”membangun”. Dengan menyatukan kedua kata
tersebut kita mendapatkan istilah lempeng tektonik , yang mengacu
tentang bagaimana permukan bumi dibangun oleh lempeng-lempeng.
Teori lempeng tektonik menyatakan bahwa
lapisan terluar bumi terdiri dari lusinan bahkan lebih lempeng-lempeng
besar dan kecil yang terpisah dan mengapung di atas material sangat
panas yang bergerak.
Sebelum kelahiran teori lempeng
tektonik, beberapa orang sudah terlebih dahulu meyakini bahwa
benua-benua yang ada saat ini adalah hasil dari pecahan dari sebuah
”superbenua” di masa lalu. Diagram di bawah ini memperlihatkan proses
terpecahnya superbenua Pangaea (dalam bahasa Yunani artinya: semua daratan).
Diagram ini terkenal dalam teori Pergeseran Benua (Continental Drift
Theory)—sebuah teori yang mendahului teori Lempeng Tektonik.
Menurut
teori Pergeseran Benua, superbenua Pangaea mulai terpecah sekitar
225-220 juta tahun yang lalu, dan pada akhirnya terpecah menjadi
benua-benua yang kita kenal sekarang. Source:
http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Fig2-5globes.gif
Lempeng Tektonik merupakan ilmu yang
relatif masih baru, diperkenalkan sekitar 50 tahun yang lalu. Akan
tetapi telah merevolusi pengertian kita tentang dinamika bumi yang kita
diami. Teori ini telah menyatukan pengetahuan tentang bumi dengan
menyatukan semua cabang-cabang dari ilmu-ilmu bumi, dari paleontology
(pelajaran tentang fossil) hingga seismologi (pelajaran tentang gempa).
Teori tersebut juga telah memberikan penjelasan tentang apa yang
diperdebatkan ilmuwan selama berabad-abad—seperti mengapa gempa dan
letusan gunung api terjadi di lokasi tertentu di bumi, dan bagaimana dan
mengapa rangkaian pegunungan besar seperti Alpen dan Himalaya
terbentuk.
Mengapa bumi sangat labil? Apa yang
mengakibatkan bumi bergoyang dan membahayakan kehidupan, gunung api
meletus dengan sangat eksplosif, dan rangkaian pegunungan besar
bertambah tinggi hingga mempunyai ketinggian yang luar biasa? Ilmuwan,
filsuf, dan teolog terjebak dengan pertanyaan ini selama ratusan tahun.
Hingga tahun 1700-an kebanyakan orang
Eropa secara biblikal mempercayai bahwa sebuah banjir besar memainkan
peran besar dalam proses pembentukan permukaan bumi. Pemikiran
seperti ini disebut sebagai katastropisme. Dan ilmu bumi (geologi)
didasarkan atas kepercayaan bahwa semua perubahan di bumi terjadi secara
tiba-tiba dan disebabkan oleh rangkaian katastrop tadi.
Akan tetapi pada pertengahan abad ke-19
“uniformitarianisme” menggantikan “katastropisme”. Uniformitarianisme
adalah sebuah pemikiran baru yang berpusat pada prinsip
uniformitarianisme yang diusulkan oleh geologis Skotlandia, James
Hutton pada tahun 1785. Secara umum prinsipnya dapat dinyatakan sebagai
berikut: “ keadaan saat ini adalah kunci menuju masa lalu”.
Mereka yang mengikuti pandangan ini mempercayai bahwa proses-proses dan
gaya-gaya geologis—yang terjadi secara perlahan atau tiba-tiba—yang
dialami bumi saat ini adalah sama dengan yang dialami secara geologis di
masa lalu.
Lapisan
bumi yang kita diami terdiri dari lusinan pelat kaku yang oleh
geologist disebut lempeng tektonik. Lempeng ini bergeser dan bergerak
relatif satu sama lainnya. Source:
http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Fig1.jpg
Kepercayaan bahwa di masa lalu, benua-benua tidak selalu tetap pada posisinya telah diprediksi jauh sebelum abad ke-20; pernyataan ini pertama sekali dikeluarkan oleh pembuat peta dari Belanda, Abraham Ortelius pada tahun 1596 dalam hasil karyanya ”Thesaurus Geographicus”. Ortelius menyatakan bahwa ”benua Amerika terpisah dari Eropa dan Afrika…oleh gempa-gempa dan banjir” dan selanjutnya ” pecahan-pecahannya adalah bukti-buktinya, yang dapat dilihat jika kita memperhatikan secara seksama tepi-tepi dari tiga benua tersebut”. Ide Ortelius ini mengemuka kembali di abad 19.
Akan tetapi barulah tahun 1912 teori
ini dianggap sebagai teori ilmu yang lengkap—disebut sebagai teori
Continental Drift (Pergeseran Benua)—yang diiperkenalkan oleh meteorolog
Jerman berusia 32 tahun, Lothar Wagener dalam dua buah artikelnya. Dia
menyatakan bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu, superbenua Pangaea
mulai pecah. Menurut pendukung teori Wagener, Prof Alexander Du Toit
dari Universitas Witwatersrand, Pangaea pecah menjadi dua bagian benua
besar, yaitu Laurasia di utara hemisfer dan Gondwanaland di selatan hemisfer. Laurasia dan Gondwanaland kemudian terpecah-pecah menjadi benua-benua yang ada saat ini.
Gambar atas: Pada tahun 1858, ahli geografi Antonio
Snider-Pellegrini membuat peta yang menunjukkan bagaimana dua benua
Amerika dan Afrika dulunya bersatu dan kemudian terpisah. Kiri: Benua
yang dulunya bersatu sebelum terpisah. Kanan: Benua-benua setelah
terpisah. (Sumber: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/avant.gif.)
Teori Wagener didasarkan sebagian atas
kenyataan yang kasat mata bahwa bentuk Amerika Selatan sangat pas jika
disatukan dengan benua Afrika, yang saat ini dipisahkan oleh samudera
Atlantik.
Wagener juga tertarik pada keberadaan
yang tidak biasa dari struktur geologi dan juga jenis fossil yang hampir
sama yang ditemukan di tepi-tepi pantai dari Amerika Selatan dan
Afrika. Menurutnya sangat sulit untuk membayangkan oganisme hidup atau
binatang berenang menyeberangi samudera yang luas tersebut. Menurutnya
spesies fossil yang identik di kedua tepi pantai dari kedua benua adalah
bukti bahwa pada suatu waktu kedua benua pernah bersatu.
Menurut Wagener, pergeseran benua-benua
setelah pecahnya Pangaea, tidak hanya menerangkan keberadaan fossil yang
sama, tetapi juga bukti dari adanya perubahan iklim di beberapa benua.
Sebagai contoh, penemuan dari fossil dari tanaman tropis yang
terkandung dalam deposit batu bara di Antartika membawa pada kesimpulan
bahwa benua yang tertutup es ini pernah sangat dekat dengan ekuator,
daerah yang lebih hangat dimana tanaman hijau membutuhkan kelembaban
untuk dapat tumbuh.
Teori Continental Drift (Pergeseran
Benua) seharusnya menjadi cahaya yang memicu cara pandang tentang bumi
kita. Akan tetapi pada masa Wagener, masyarakat ilmuwan sangat teguh
pada pendirian bahwa bentuk benua-benua dan samudera yang membentuk
permukaan bumi adalah bentuk yang tetap. Tidaklah mengejutkan, bahwa
teorinya tidak diterima dengan baik, walau bukti-bukti ilmu pengetahuan
yang ada saat itu cocok dengan teorinya.
Kelemahan yang
sangat fatal dari teori ini adalah tidak dapat menerangkan secara
mendasar gaya-gaya apa yang bisa menggerakkan benua-benua tersebut
saling menjauhi. Gaya seperti apa yang kiranya sangat kuat untuk
menggerakkan massa batuan padat yang sangat besar melalui jarak yang
sangat jauh tersebut. Wagener menerangkan dengan sangat sederhana bahwa
benua-benua bergerak di atas lantai/dasar samudera. Harold Jeffreys,
seorang ahli geofisika terkenal dari Inggris mengatakan adalah tidak
mungkin sebuah massa yang sangat besar tidak terpecah ketika bergerak di
lantai samudera.
Sebaram Fossil di benua-benua. Source: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Fig4.gif
Tidak terpengaruh dengan penolakan tersebut, Wagener membaktikan sisa hidupnya untuk membuktikan teorinya. Beliau meninggal kedinginan pada sebuah misi ke Greenland pada tahun 1930, akan tetapi kontroversi yang dia mulai terus memanas.
Setelah kematiannya, bukti-bukti baru
dari ekplorasi dasar samudera/lautan dan studi lainnya memicu
ketertarikan ulang atas teorinya. Hal ini secara luar biasa mengarahkan
dimulainya pengembangan teori Plate Tectonic (Lempeng Tektonik).
Penemuan teori Lempeng Tektonik adalah
sama penting seperti penemuan struktur atom dalam fisika dan kimia, dan
juga seperti penemuan teori evolusi dalam ilmu biologi. Walaupun teori
Lempeng Tektonik telah diterima oleh sebagian besar komunitas ilmuwan,
akan tetapi aspek-aspek teorinya masih terus diperdebatkan. Ironisnya,
jawaban atas pertanyaan yang sama yang ditujukan terhadap teori Wagener
yakni gaya apa yang menggerakkan lempeng belum terjawab. Ilmuwan juga
berdebat apakah lempeng tektonik juga terjadi pada awal sejarah bumi dan
apakah juga proses seperti ini terjadi di planet lainnya di tata surya.
Sumber: http://strukturawam.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar