Data hujan yang tercatat disetiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan disekitar stasiun tersebut atau disebut sebagai Point Rainfall. Karena stasiun penakar hujan tersebar di daerah aliran maka akan banyak data tinggi hujan yang diperoleh yang besarnya tidak sama. Didalam analisa hidrologi diperlukan data hujan rata-rata di daerah aliran (Catchment Area) yang kadang-kadang dihubungkan dengan besarnya aliran yang terjadi.
Data curah hujan siap dipakai (sebagai hujan terpusat) untuk beberapa stasiun/pos dapat juga diambil dari:
• Buku publikasi data hujan di Indonesia BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)
• Buku publikasi data hujan untuk pos hujan yang didirikan oleh beberapa instansi pemerintahan.misalnya Pertanian (BPP) dan PU (PSDA)
Untuk suatu lokasi bangunan air, dipilih/ditentukan sejumlah pos pengamatan hujan yang mempengaruhi sirkulasi air di situ (sebagai infut dari sistem wilayah sirkulasi air). Dalam analisis hujan daerah, dipilih jenis datanya, sesuai dengan tujuan perencanaan (kebutuhan datanya), misalnya : untuk rencana banjir dibutuhkan hujan maksimum dengan intervaltertentu untuk perencanaan penggunaan air (air tanah/permukaan) dibutuhkan hujan rata-rata, minimum.
Ada tiga metode yang dipakai untuk menentukan ketinggian hujan rata-rata (Average depth of rainfall) dari suatu daerah dengan menggunakan data-data stasiun pengamatan:
1. Metode Arithmatic/rata-rata aljabar
Metode ini dipakai untuk daerah-daerah datar dengan pos pengamatan hujan tersebar merata, an masing-masing pos mempunyai hasil pengamatan yang tidak jauh berbeda dengan hasil rata-ratanya.
Caranya:
• Membagi rata pengukuran pada semua pos hujan terhadap sejumlah stasiun dalam daerah aliran yang bersangkutan.
Rumus:
Dimana:Pr = Tinggi ujan rata-rata.
P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan pada tiap stasiun pengamatan.
n = Jumlah stasiun pengamatan.
2. Metode Poligon Thiessen (Thiessen Polygon Method)
Metode ini bisa digunakan untuk daerah-daerah dimana distribusi dari pengamatan hujan tidak tersebar merata. Hasilnya lebih teliti.
Caranya:
• Stasiun pengamatan digambarkan peta, dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun.
• Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk poligon-poligon mengelilingi tiap-tiapstasiun, hindari bentuk poligon segi tiga tumpul.
• Sisi-sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pngamatan hujan yang bersangkutan.
• Hitung luas wilayah tiap poligon yang terdapat di dalam DAS dan luas DAS seluruhnya. Dengan planimeter atau metode grid, dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai persentase dari luas DAS seluruhnya.
• Faktor bobot dalam menghitung rata-rata daerah di dapat dengan mengalikan presipitasi tiap stasiun pengamatan dikalikan dengan persentase luas daerah yang bersangkutan.
Rumus:
Dimana:
Pr = Tinggi hujan rata-rata.
P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan tiap pos hujan.
A1, A2, A3, A4, An = Luas wilayah tiap pos hujan.
A total = Luas wilayah total dari semua pos hujan.
3. Metode Isohyet (Ishohyetal Method)
Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bargunung dan sebaran stasiun/pos pengamatan yang tidak merata. Hasilnya lebih teliti dibandingkan dengan metode sebelumnya.
Caranya:
• Lokasi dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut nilai urah hujannya.
• Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet).
• Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara dua isohyet berikut luas sub daerah tersebut diatas.
• Untuk tiap sub daerah dihitung volume presipitasi sebagai perkalian presipitasi rata-ratanya terhadap sub daerah (netto).
Rumus:
Dimana:
Pr = Tinggi hujan rata-rata.
P1, P2, P3, Pn = Tinggi hujan antara garis isohye.
A1, A2, A3, An = Luas wilayah antara garis isohyet.
A total = Luas wilayah total pos hujan.
sumber rumus isohyet dari mana yakk??
BalasHapuskalo bisa sih selalu memberikan reference atau daftar pustaka nya. thanks
BalasHapusBgmn cara menghitung luas wilyah antara garis isohyet? Serta bgm cara menentukan penarikan garis isohyat yg benar?
BalasHapus